Rabu, 04 Februari 2015

Audensi Umum Paus Benediktus XVI : Katekese Mengenai Doa Kristen bagian II: "Doa Adalah Tanggapan Keinginan Manusia akan Allah"

Benediktus XVI
 Audensi Umum 
Lapangan St. Peter
Rabu, 11 Mei 2011



Saudara/i Terkasih, 
Hari ini saya ingin melanjutkan permenungan saya mengenai bagaimana cara berdoa dan bagaimana doa itu merupakan bagian dari agama dan kemanusiaan dan juga termasuk bagian dari sejarah kemanusiaan.

Kita hidup didalam dunia dengan terpampang jelas dengan berbagai sekularisme. Allah seakan-akan telah hilang dalam pandangan beberapa orang dan telah menjadi realita bahwa sebagian orang ini sudah tidak lagi peduli akan masalah ini. Tetapi pada saat yang bersamaan kita melihat bahwa telah timbul juga gerakan-gerakan beberapa orang untuk mencari kebutuhan mereka akan kehidupan beragama, kembali menggali bagaimana pentingnya Allah dalam kehidupan manusia, sebuah kebutuhan akan spiritualitas, sebuah pencarian yang melewati batas materialistik dari kehidupan manusia dengan tulus.

Kita melihat beberapa lembaran sejarah dimana mereka, mulai pada abad Pencerahan, memprediksi akan gagalnya dan hilangnya agama-agama yang mereka kira membatasi pikiran-pikiran akal budi manusia, dimana mereka ini mengira bahwa dengan menjauhkan manusia dari Iman, maka akal budi akan dibebaskan dari bayang-bayang dogma agama dan menghilangkan akan segala macam "kesakralan", dan memulihkan kemanusiaan kepada kebebasan, martabat, dan kemandirian manusia dari Allah. Pengalaman lain dari lembaran sejarah masa lalu, adalah tragedi dua Perang Dunia, dimana mengganggu perkembangan kemandirian akal budi, manusia seakan-akan dihilangkan perasaan mereka bahwa Allah itu tidak ada, lembaran-lembaran sejarah ini seakan menjanjikan sebuah tujuan yang sukses untuk menghilangkan Allah.


Katekismus Gereja Katolik mengatakan: " pada awal mula penciptaan, Allah memanggil semua makhluk hidup dari ketidak beradaan menjadi keberadaan...manusia kehilangan keserupaannya dengan Allah karena dosanya, manusia tetap diciptakan menurut citra Penciptanya. Manusia memiliki kerinduan akan Allah, yang telah memanggil manusia ke dalam keberadaan itu. Semua agama memberi kesaksian tentang pencarian ini, yang sesuai dengan hakikat manusia" (Bdk. KGK 2566). Kita dapat berkata - seperti yang saya jelaskan dalam katekese sebelumnya- bahwa tidak ada peradaban yang sebagaimana hebatnyapun, disegala penjuru dunia sampai jaman sekarang, dapat menjadi tidak beragama.

Karena manusia secara alami adalah manusia yang beragama, dia adalah homo religiousus sama seperti dia adalah homo sapiens dan homo faber: "memiliki kerinduan akan Allah", Katekismus menjelaskan selanjutnya kepada kita, "hal ini ditulis didalam hati manusia, karena manusia di ciptakan oleh Allah dan hanya untuk Allah" (bdk. KGK 27). Sesuai citra Allah itu merupakan sebuah keberadaan manusia dan perasaannya tentang kebutuhan mencari penerangan dan memberikan tanggapan kepada pertanyaan-pertanyaan penting didalam kehidupannya, sebuah tanggapan dimana dia tidak dapat mencarinya seorang diri, dan bahkan dalam perkembangan, ilmu pengetahuan yang empirik.

Homo religiosus tidak saja muncul dalam perkembangan jaman dahulu, tetapi juga melewati seluruh lembaran sejarah manusia. Dalam masalah ini, pengalaman yang kaya akan kemanusiaan telah dibuktikan akan kebutuhan agama yang terbentuk di dalam berbagai bentuk, untuk menanggapi kerinduan akan kesempurnaan dan kebahagiaan. Manusia yang "digital", layaknya seperti manusia gua, mencari pengalaman agama untuk mencapai kerinduannya dan kebahagiaannya dalam perjalanannya didunia. Bahkan lebih lanjut, kehidupan tanpa pandangan diluar pengetahuan manusia tidak berarti apa-apa dan tidak dapat membawa kepada kebahagiaan, karena kehidupan inilah yang semua kita cari, karena hal ini secara langsung berhubungan dengan masa depan kita, akan hari esok yang dimana belum kita jalani.

Dalam deklarasi Nostra Aetate, Konsili Vatikan II menyimpulkan: Manusia mencari perbedaan agama-agama untuk mencari jawaban akan misteri yang masih belum terpecahkan tentang keberadaan manusia. Masalah-masalah yang memberati hati manusia jaman sekarang juga terjadi pada manusia-manusia jaman terdahulunya. Apa itu manusia? - [Siapakah saya?] - Apakah arti dan tujuan dari kehidupan? Apa saja sifat-sifat kebaikan dan apa saja sifat-sifat kejahatan? Darimana asal kesengsaraan, dan sampai kapan berakhir kesengsaraan tersebut? Bagaimana kebahagiaan yang sebenarnya didapat? Apa yang terjadi setelah kematian? Apa itu Penghakiman? Apa pahala yang kita dapat setelah kematian? dan pada akhirnya, apa itu akhir dari misteri, diluar pengetahuan manusia, yang dimana meliputi keberadaan kita, dimana kita berasal dan dimana kita menuju kepada akhirnya?" (bdk NA, 1)

Manusia mengetahui, bahwa dia sendiri, tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar dan mengerti benar akan hal ini. Jadi dia tetap saja mencari dan yang dia dapat hanyalah kesamar-samaran saja, karena dia sendiri penuh dengan kekurangan, dan dia tahu akan ha ini. Maka dari itu dia perlu untuk membuka dirinya sendiri terhadap sesuatu yang lebih dari padanya, kepada sesuatu atau seseorang yang dapat memberikan apa yang dia kurang tersebut, dia mesti membuka dirinya kepada yang Tunggal yang dapat memberikan apa yang selama ini dia rindukan secara dalam.

Manusia didalam dirinya haus akan ketidak batasan, berharap akan kehidupan selama-lamanya, akan keelokkan dan keindahan, rindu akan cinta dan kasih, membutuhkan penerangan dan kebenaran yang menuju kepada Sang Sempurna, manusia didalam dirinya rindu akan Allah. Dan manusia mengerti, dalam berbagai cara, dia dapat menuju kepada Allah, dia mengerti dengan berdoa dia dapat sampai kepada Allah.

St.Thomas Aquinas, salah satu Ahli Theologi besar dalam sejarah, menjelaskan bahwa doa itu "Bagaikan sebuah ekspresi akan kerinduan manusia akan Allah". Daya tarik kepada Allah ini, dimana Allah sendiri telah taruh didalam hati manusia, adalah jiwa dari doa itu sendiri, dan mengambil berbagai banyak bentuk, dalam perkembangan jaman manusia, waktu, kejadian, dalam keadaan rahmat dan bahkan dalam keadaan berdosa, manusia berdoa. Sejarah manusia telah membuktikan secara nyata berbagai bentuk jenis doa, karena manusia mengembangkan cara untuk membuka hatinya kepada Allah sendiri, dan berusaha melewati batas-batasnya, maka kita dapat melihat doa sebagai sebuah pengalaman yang dapat kita jumpai sampai sekarang di setiap agama dan budaya apapun.

Benar, saudara/i terkasih, bahwa rabu lalu, saya menjelaskan bahwa doa tidak ada sangkut-pautnya dengan sebuah tema atau keadaan, tetapi itu ditulis disetiap hati orang dan disetiap peradaban. Dan benar, ketika kita berbicara mengenai doa, adalah sebuah pengalaman semata seorang manusia, dari homo orans, adalah penting untuk diingat bahwa sifat alami kitalah yang membentuk berbagai bentuk praktek dan formula doa, sebuah sikap yang merasakan kehadiran Allah, sebelum melakukan berbagai tindakan penyembahan dan memuji-Nya dengan kata-kata.

Doa adalah inti dan akar dari pribadi terdalam manusia, maka dari itu doa tidak dapat dengan mudah diuraikan dan pada pikiran yang sama dapat disalah mengertikan dan menimbulkan kebingungan. Dalam hal ini kita dapat mengerti bahwa : doa itu sulit. Bahkan faktanya, doa adalah sebuah par excellence (kesempurnaan) dari pemberian cuma-cuma, sebuah perjuangan untuk mencapai kepada Yang Tak Kelihatan, yang Tak Diduga dan Yang Tak Di Bayangkan. Walaupun begitu sebuah pengalaman doa adalah sebuah tantangan kepada semua, akan sebuah "rahmat" untuk memohon, sebuah  karunia dari Yang Tunggal dimana kepada Dia kita kembali.

Dalam doa, setiap lembaran sejarah, manusia menempatkan dirinya sendiri dan situasi dirinya sebelum Allah, dari Allah, dan berhubungan dengan Allah, dan sebuah pengalaman akan makhluk yang membutuhkan bantuan, ketidak berdayaannya untuk mencapai apa yang dia butuhkan dalam kehidupann dan pengharapannya. Sang filosofi Ludwig Wittgenstein mengatakan bahwa "Doa berarti merasakan arti dari dunia itu berasal dari luar dunia".

Dalam masaah dinamika hubungan ini yang dimana Dialah yang memberikan makna akan keberadaan, doa mempunyai salah satu gerakan dari banyak gerakan yaitu sebuah gestur berlutut. Adalah sebuah gestur yang terbilang radikal. Bahkan secara fakta, saya dapat dipaksa berlutut -kondisi dimana bagaikan seorang budak dan seorang yang tidak memiliki apa-apa - tetapi saya berutut secara spontan dan tidak ada paksaan sama sekali, menyatakan keterbatasan saya dan keberadaan saya yang membutuhkan Dia. Kepada-Nya saya menyatakan diri saya lemah, yang perlu butuh bantuan, menyatakan diri saya "sang pendosa".

Dalam pengalaman doa, manusia mengerti akan kebatasannya, berhasil mengetahui keberadaannya dan pada saat yang sama menaruh pengharapan kepada Dia yang kita hadap dengan posisi berlutut, dari jiwanya kepada Sang Misteri yang dia nantikan untuk mengisi dan mengabulkan keinginan terdalamnya dan berharap untuk membantunya pada saat yang sangat dia butuhkan dalam kehidupannya. Dalam keadaan menghadap kepada-Nya inilah, manusia mengarahkan dirinya "melewati batas dirinya" dan merupakan dasar dari sebuah doa, sebuah pengalaman nyata yang melewati batas nyata dan ketergantungan.

Walaupun begitu, hanya kepada Allah sajalah manusia dapat mencapai kesempurnaannya. Doa yang membuka hati dan mengangkat hati manusia kepada Allahlah, yang dapat melakukan hubungan yang nyata kepada-Nya. Dan apabila manusia lupa akan Sang Penciptanya, Allah yang hidup dan benar, tidak akan pernah lupa untuk memanggil manusia pertama kali untuk masuk didalam misteri dengan-Nya didalam doa.

Seperti apa yang dikatakan dalam Katekismus: "Dalam doa, Allah karena Kasih kepada orang yang percaya kepada-Nya memanggil mereka pertama kalinya, tindakan pertama dari manusia adalah selalu menanggapi. Layaknya Allah menunjukkan diri-Nya secara bertahap tentang diri-Nya kepada manusia, doa adalah sebuah panggilan tanggapan dari-Nya, sebuah bentuk persetujuan terhadap sebuah kejadian. Melewati kata-kata dan tindakan, kejadian ini juga mengikutsertakan hati untuk menanggapinya. Dan hal ini dibeberkan dalam seluruh sejarah keselamatan" (Bdk. KGK 2567)

Saudara/i terkasih, mari kita belajar untuk hening sejenak didepan Allah, yang mewahyukan diri-Nya didalam Yesus Kristus, mari kita belajar mengenalnya didalam keheningan, didalam hati kita, dengarlah suara-Nya memanggil kita dan membimbing kita kepada arti terdalam keberadaan kita, kepada sumber kehidupan kita, kepada sumber keselamatan kita, membuat kita dapat berjalan melewati batas-batas keterbatasan kita didalam kehidupan dan membuka diri kita sendiri terhadap dimensi Allah, kepada relasi terdalam dengan-Nya, yang adalah Kasih yang Tak Terbatas. Terima kasih banyak.

-------------------------------
Kepada berbagai group spesial:

Saya menyapa kalian dengan ramah kepada Suster-Suster Misionaris Benedictine dari Tutzing yang datang ke Roma dalam tujuan untuk pembaharuan spiritual mereka. Dan juga kepada semua peziarah yang berbahasa Inggris dan pula kepada pengunjung yang hadir di Audensi sekarang ini, terlebih yang berasal dari Inggris, Australia, India, Indonesia, Jepang, Kanada dan Amerika Serikat, Saya memohon akan Kristus yang Telah Bangkit memberikan kalian sukacita dan kedamaian.

Terakhir, saya menyapa kepada para yang muda, yang sakit, dan yang baru saja menikah, memohon kepada kalian untuk secara terus menerus mendaraskan Rosario Suci dengan devosi yang kuat, terlebih pada bulan yang di dedikasikan kepada Bunda Allah ini. Saya meminta kalian, para muda untuk menghargai tradisi doa Maria ini, yang sangat membantu seseorang untuk mengerti secara lebih baik kejadian utama dari Keselamatan yang dibawakan oleh Kristus. Saya memohon juga, kepada kalian yang sakit, untuk berpaling muka kalian dan menaruh kepercayaan kalian kepada Bunda Kita melewati praktek devosi, menaruh kepercayaan kalian mengenai apapun yang kalian butuhkan. Saya juga berharap kepada kalian yang baru saja menikah, untuk selalu mendaraskan Rosario didalam keluarga, sebuah momen yang dapat membantu kalian untuk tumbuh dalam spiritual dibawah pengawasan Sang Perawan Maria.

ut habeatis fidem in ecclessia Catholica


Tidak ada komentar:

Posting Komentar