Rabu, 04 Februari 2015

Audensi Umum Paus Benediktus XVI : Katekese Mengenai Doa Kristen bagian I: "Beberapa Contoh Doa Jaman Dahulu"

Benediktus XVI
 Audensi Umum
Lapangan Basilika St.Peter 
Rabu, 4 Mei 2011




Doa Orang Kristen

Saudara/i Terkasih,
Hari ini saya ingin memulai serial katekese baru. Setelah serial katekese mengenai Bapa-Bapa Gereja, Para Ahli Theologi dan perempuan hebat dari Abad Pertengahan, saya ingin memulai memilih sebuah topik yang mungkin menyenengkan hati kalian semua: yaitu tema mengenai doa, terlebih khususnya, Doa Kristen, yang dimana, Yesus ajarkan dan dimana Gereja sampai saat ini meneruskan-Nya. Adalah sebuah fakta bahwa didalam Yesus, manusia dapat bertemu dengan Allah secara mendalam dan intim seperti relasi antara Bapa dan Anak. Bersama dengan murid-murid pertama-Nya, mari kita dengan rendah hati dan percaya kepada-Nya sambil berseru: "Tuhan, ajarilah kami cara berdoa" (bdk Luk 11:1).

Dalam serial katakese ini, dengan bantuan Kitab Suci, tradisi agung dari para Bapa Gereja, Para Pengajar mengenai spiritual dan Liturgi, mari kita belajar untuk hidup antara relasi kita dengan Tuhan, dengan lebih sering seperti layaknya kita berada didalam "sekolah doa"

Kita semua mengerti, bahwa, doa itu didapatkan secara bebas. Dibutuhkan sebuah cara bagaimana berdoa dengan benar, seperti sebuah seni yang selalu diperbaharui, bahkan mereka yang telah ahli dalam kehidupan spiritual selalu merasakan sebuah kecontohan dari Yesus, bagaimana cara berdoa yang otentik dan sebenarnya dari-Nya. Kita menerima cara pertama dari contoh Tuhan sendiri. Didalam Injil menjelaskan kepada kita bagaimana Yesus dalam keintiman-Nya dan kedekatan-Nya melakukan pembicaraan dengan Bapa: ini secara jelas menggambarkan sebuah persekutuan dimana Dia yang diutus kedunia bukan kehendak-Nya seorang saja tetapi melakukan kehendak Bapa-Nya yang mengutus-Nya untuk menyelamatkan manusia.

Pada serial Katakese pertama ini, sebagai pembukaan saya ingin memberikan beberapa contoh doa dari budaya-budaya jaman kuno dan lama, untuk memberikan sebuah contoh kepada kalian semua bahwa dari dahulu dan disemua tempat, manusia selalu melakukan komunikasi kepada Allah. 

Saya memulai dari budaya kuno Mesir, sebagai contoh. Ada sebuah pria buta, meminta kepada Ilahi untuk menyembuhkan penglihatannya, sebuah permintaan yang secara umum adalah manusia. Ini adalah doa yang sederhana dan tulus dari seorang yang sedang menderita. Orang buta ini berdoa: "Hati saya menanti-nanti Engkau untuk melihat-Mu....Engkaulah yang membuat saya melihat didalam kegelapan, membuat cahaya kepada saya, agar saya dapat melihat Engkau! Mampirlah kepada saya muka-Mu agar aku dapat melihat" (A. Barucq — F. Daumas, Hymnes et prières de l’Egypte ancienne, Paris 1980). Agar saya dapat melihat-Mu: itu adalah inti dari sebuah doa!

Dalam agama-agama Mesopotamia pertama, mereka menghilangkan rasa bersalah, tetapi tidak dapat menghilangkan rasa akan pengharapan agar kelak mereka ditebusi dan dibebaskan dari Karya Tangan Allah. Kita harus menghargai kalimat ini dari orang-orang kepercayaan dari jaman kuno ini ketika mereka merumuskan kata-kata ini: "Ya Allah, dimana kita diampuni oleh-Nya bahkan dalam keadaan dosa yang sangat besar, hapuslah segala dosa saya...Lihatlah, Ya Allah kepada abdi-Mu yang lelah ini dan tiuplah angin segar kepada mereka: ampunilah mereka tanpa menunggu waktu. Angkatlah hukuman-hukuman yang berat. Bebaskanlah dari ikatan-ikatan, berilah kesempatan kepada saya agar saya dapat menghirup udara baru, bebaskanlah ikatan belenggu yang mengikat saya"(M.-J. Seux, Hymnes et Prières aux Dieux de Babylone et d’Assyrie, Paris 1976). Ini adalah kata-kata yang menunjukkan sebuah kemanusiaan, dimana mencari keberadaan akan Allah, dengan institusinya, walaupun masih kabur, merasakan rasa kebersalahannya akan dosa, dan disisi lainnya berharap akan kemurahan hati Ilahi dan kebaikan-Nya.

Dalam agama-agama pagan Yunani kuno, sebuah perkembangan yang besar dapat kita lihat: doa-doa, walaupun berharap akan bantuan Ilahi selalu memiliki aspek pengorbanan berupa material fana, dan secara bertahap dan tertuju kepada permintaan-permintaan yang tidak penting, dimana memungkinkan kepada yang percaya akan hal tersebut memiliki hubungan yang lebih dekat kepada Allah dan menjadikan dirinya menjadi semakin orang yang lebih baik.

Sebagai contoh, Sang filosofi hebat Plato mencatat doa dari gurunya, Socrates, yang merupakan salah satu Bapa pilar peradaban Barat. Inilah doa Socrates: "Kabulkanlah doa saya agar saya menjadi semakin baik bagi jiwa saya, dan semua kepunyaan saya diluar tubuh saya semakin berharmoni dengan jiwa saya. Semoga saya menjadi orang yang kaya akan kebijakan, dan semoga saya memiiki harta yang cukup dimana manusia dapat bertahan dan menjalankannya"
(Plato, Phaedrus, English trans.: Loeb, Harold North Fowler). Daripada memiliki banyak uang, dia ingin memiliki keindahan interior didalam dirinya dan kebijakan.

Dalam cerita Tragedi-Tragedi Yunani, dimana merupakan karya literatur yang tak ternilai, dimana setelah 25 abad, terus dibaca, diajarkan dan dipertunjukkan sampai sekarang, terdapat unsur-unsur doa yang diekspresikan, sebuah keinginan untuk mengetahui Tuhan dan menyembah keagungan-Nya. Salah satu frasa tragedi mengatakan: "Oh, Sang penjaga dunia, Engkau yang bersinggasana di Bumi, tejadilah kehendak-Mu, Engkaulah masa lampau yang menunjukkan jalan sampai sekarang, Zeus, Engkaulah Hukum Alam, atau kehendak dari Pikiran Manusia, kepada-Mu saya memanggil, untuk menunjukkan jalan-jalan, kepada keadilan yang membuat kesinaran tujuan dari segala yang fana"(Euripedes,Trojan Women, 884-886, English trans.: Loeb, Arthur S. Way). Disini Allah masih samar-samar, tetapu manusia mengerti bahwa Allah yang samar-samar ini dapat menunjukkan jalan yang terbaik baginya didunia ini dan berdoa kepada-Nya

Dan juga diantara bangsa Romawi dimana mengukir kekaisaran besar dimana kelak Kristianitas berasal dan berkembang, doa, walaupun berhubungan dengan sifat-sifat yang dimanfaatkan saja ataupun secara dasar hanya berhubungan dengan permintaan perlindungan akan kehidupan komunitas masyarakat, terkadang muncul berbagai inovasi bahwa bagaimana bagusnya bantuan kepada mereka yang berdevosi kepada Ilahi dan muncul doa-doa yang berhubungan dengan rasa syukur. Dalam abad ke 2 S.M, Apuleius, pengarang berasal dari Roman Afrika, bersaksi akan hal ini. Dalam tulisannya dia mengatakan ketidak puasannya akan agama tradisinya dan haus akan sebuah hubungan yang lebih nyata dengan Allah. Dalam maha karyanya, berjudul Metamorphoses, seorang percaya mengatakan kata-kata ini kepada Dewi pagan: "Engkau benar kudus, dalam segala penjuru menyelamat kemanusiaan, engkau, dengan kemurahan hatimu, selalu menolong yang fana, menawarkan kebaikan kepada yang jahat sekalipun bagaikan seorang ibu. Baik itu siang maupun malam bahkan sedetikpun engkau tidak mengisi dengan kebaikanmu" (Apuleius of Madaura,Metamorphoses ix, 25).

Dalam periode yang sama, Kaisar Marcus Aurelius - yang adalah seorang filosofi, merenungkan bagaimana kondisi manusia- mengakui bahwa doa itu sangat diperlukan untuk membangun kondisi kerjasama antara meakukan Pekerjaan Ilahi dan pekerjaan manusia. Dia menulis dalam karya tulis Meditasi-Meditasi-nya: "Siapa yang berkata bahwa ilahi-ilahi tidak membantu kita tergantung apa yang kita lakukan dan kerjakan? Mulailah berdoa kepada mereka dan kamu akan melihat hasilnya" 
(Dictionnaire de Spiritualité xii/2, col. 2213).

Nasihat dari sang Filosofi Kaisar ini sangat bermanfaat kepada generasi mereka yang melakukannya sebelum kedatangan Kristus, dan membuktikan bahwa kehidupan manusia tanpa doa, dimana doa merupakan membuka keberadaan kita kepada misteri Allah, kehilangan arah dan perasaan kemanusiaan. Selalu mengekspresikan diri dalam segala doa, adalah sebuah fakta kebenaran dari kehidupan manusia dimana mengakui kelemahan dan kemiskinan manusia, sehingga selalu meminta pertolongan dari Surga, dan pada sisi lain memberikan rasa martabat diluar batas kemanusiaan, jadi sebelum menerima Wahyu Ilahi, mereka-mereka ini mampu mencari keberadaan dan masuk didalam persekutuan di dalam Allah, walaupun secara samar-samar.

Sahabat-sahabat yang terkasih, berbagai contoh doa dari segala penjuru dunia dan peradaban kuno ini membuktikan bahwa manusia sangat memahami kondisinya yang memiliki segala kekurangan dan tidak dapat berdiri sendiri, dan menyadari akan ada sebuah keberadaan yang Lebih Tinggi dari manusia dan merupakan Sumber dari Segala Kebaikan. Sejarah kemanusiaan dari segala jaman selalu disertai dengan doa karena manusia tidak ingin gagal dalam memahami arti dari kehidupan mereka, dimana selalu disertai oleh ketidak nyamanan dan kekhawatiran, jadi mereka selalu menaruh diri mereka kepada relasi mereka kepada misteri Allah dan menuruti segala jalan kehendak-Nya.

Kehidupan manusia itu layaknya pakaian usang yang didalamnya terkandung kebaikan dan kejahatan, dimana didalamnya terdapat penderitaan dan kegembiraan serta keindahan yang dimana secara tidak sadar dan tidak dapat ditolak manusia selalu meminta hal-hal yang berhubungan dengan ini kepada Allah untuk memberikan penerangan, jalan dan kekuatan batin untuk menjalaninya ketika manusia berada di dunia dan berharap sampai batas kematian menjemputnya

Agama-agama pagan merupakan cara-cara manusia didunia sambil menunggu Firman yang datang dari Surga. Salah satu filosofi hebat pagan yang terakhir, yang hidup di era awal ke Kristenitas, adalah Proclus dari Konstantinople, memberikan suara tentang pengharapan, dia berkata: " Yang tidak dapat dimengerti, semua orang mengetahui Engkau. Kita hanya dapat merasakan dan tahu bahwa kita semualah kepunyaan Engkau. Kejahatan dan kebaikan kami berasal dari Engkau, dan kepada Engkaulah semua berkelu kesah, Oh Engkau yang Maha Kuasa, yang dimana jiwa kami merasakan keberadaan-Mu, kami panjatkan pujian-pujian dalam keheningan" (Hymni, ed. Vogt, Wiesbaden 1957, in Preghiere dell’umanità, op. cit., p. 61).

Dari berbagai contoh doa dari berbagai peradaban ini kita dapat menyimpulkan, dan melihat bahwa kesaksian-kesaksian dari berbagai agama-agama terdahulu ini merupakan sebuah keinginan manusia akan mencari Allah dan terukir dalama hati terdalam mereka masing-masing, dimana terpenuhi dan terwahyukan didalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Wahyu Allah, merupakan fakta untuk memurnikan dan menyempurnakan keinginan awal manusia untuk mencari keberadaan Allah, menyembah kepada-Nya, didalam doa, dan secara pasti memiliki hubungan yang lebih dalam kepada Bapa-Nya di Surga. 

Awal dari perjalanan kita dalam "sekolah doa" ini mari sekali lagi kita meminta kepada Tuhan untuk menerangi hati dan pikiran kita agara relasi kita dengan-Nya dalam doa semakin lebih dalam dan intens, semakin mengena dan terus-menerus. Mari sekali-lagi kita meminta kepada-Nya: "Tuhan, ajarilah kami cara berdoa" (bdk Luk 11:1).

-----------------------
Kepada berbagai group yang spesial:
Saya menyambut kalian yang berbicara bahasa Inggris yang secara khusus datang dalam Audensi hari ini, terlebih kepada mereka yang berasal dari Denmark, Finland, Sweden, Nigeria, Jepang, Singapura, dan Amerika Serikat. Sapa khusus saya kepada para peziarah dari Keuskupan Agung Kampala, yang dipimpin oleh Uskup Agung Cyprian Kizito Lwanga. Kepada kalian saya meminta kepada Kristus yang Telah Bangkit untuk memberikan kalian suka cita dan kedamaian didalam-Nya!



ut habeatis fidem in ecclessia Catholica

Tidak ada komentar:

Posting Komentar