Jumat, 27 April 2012

Surat Memperingati 100 tahun Surat Motu Proprio Tra le Sollecitudini (Mengenai Musik Suci) oleh Supreme Pontiff Yohanes Paulus II

1. Termotivasi oleh keinginan yang kuat "untuk mempertahankan dan mempromosikan sebuah kesopanan dari Rumah Tuhan", Pendahulu saya St Pius X mengajarkan Motu Proprio Tra le Sollecitudini pada 100tahun lalu. Tujuannya adalah untuk memperbaharui musik suci dalam liturgi. Dengan itu ia bermaksud untuk menawarkan panduan praktis dalam Gereja mengenai sektor penting dari liturgi, menghadirkannya, seakan-akan, sebagai "kode wilayah dari musik suci" [1]. Tindakan ini juga merupakan bagian dari program Pontifikat yang ia simpulkan dalam motto Potifikatnya: "Instaurare omnia in Cristo" "Seluruh Ketetapan dalam Kristus".





Seratus tahun memperingati Dokumen  ini memberikan saya kesempatan untuk mengingat pentingnya peran musik suci, yang St Pius X sajikan baik sebagai sarana untuk mengangkat semangat penyembahan untuk Tuhan dan sebagai bantuan berharga bagi umat beriman dalam "partisipasi aktif mereka dalam pelayanan yang paling Kudus Misteri Allah dan dalam doa umum dan agung Gereja "[2].

Paus suci mengingatkan bahwa perhatian khusus dalam hal musik suci benar layak berasal dari kenyataan bahwa, "menjadi bagian integral dari Liturgi Agung, [dimana] hal ini turut berpartisipasi dalam tujuan umum dari Liturgi, yang adalah untuk kemuliaan Allah dan pengudusan dan mendidik umat beriman "[3]. Karena menafsirkan dan mengungkapkan makna mendalam dari Kitab Suci yang sangat erat terkait, itu harus mampu "untuk menambahkan sebuah keberhasilan yang lebih besar ke dalam Kitab Suci, agar melaluinya umat beriman mungkin ... lebih banyak menghasilkan buah Karunia yang baik karena berpatisipasi dalam perayaan Misteri Kudus ini"[4].







2. Konsili Vatikan II meneruskan pendekatan ini dalam Bab VI dokumen Konstitusi Sacrosanctum Concilium tentang Liturgi Suci, di mana peran gerejani dari musik suci didefinisikan secara jelas yaitu: "Tradisi musik Gereja semesta merupakan kekayaan yang tak ternilai, bahkan lebih besar dibandingkan dengan seni lainnya. Alasan utama untuk pernyataan ini bahwa, sebagai melodi suci ini bersatu dengan Firman-Firman Allah dalam Kitab Suci, membentuk bagian penting atau integral dari Liturgi kudus "[5]. Konsili juga mengingatkan bahwa "Kitab Suci, memang, telah dipuji melewati Lagu Suci. Jadi Para Bapa Gereja dan Paus Roma yang dimasa-masa sekarang ini, yang dipimpin oleh St Pius X, telah menjelaskan lebih tepatnya fungsi yang dilakukan oleh musik suci dalam pelayanan Tuhan "[6]. 

Bahkan, dengan tak-terputusnya dari tradisi Alkitab kuno yang Tuhan sendiri dan Rasul patuhi (bdk. Mat 26: 30; Efesus 5: 19; Kol 3: 16), Gereja telah mendorong lagu pada perayaan liturgis sepanjang sejarah, menyediakannya secara indah contoh komentar terhadap melodi untuk Kitab Suci sesuai dengan kreativitas setiap kebudayaan, dalam ritus baik itu Barat dan Timur.


Perhatian Pendahulu kami, terhadap masalah bagian ini terjadi secara terus menerus. Mereka mengingatkan mengenai prinsip-prinsip mendasar yang harus dijaga dalam mengkomposisi musik sakral, terutama ketika dijadikan bagian untuk liturgi. Selain St Paus Pius X, Paus lain yang layak disebutkan adalah Benediktus XIV dengan ensikliknya Annus Qui (19 Februari 1749), Pius XII dengan ensiliknya Mediator Dei (20 November 1947) dan Musicae Sacrae disciplina (25 Desember 1955), dan terakhir Paulus VI, dengan pencerahan ajarannya yang disetiap pidatonya. 

Para Bapa Konsili Vatikan II tidak gagal untuk menegaskan kembali prinsip-prinsip ini dengan maksud mengaplikasikan hal ini sesuai dengan perkembangan jaman. Mereka melakukannya secara khusus dalam bab enam dari Konstitusi Sacrosanctum Concilium. Paus Paulus VI kemudian melihat bahwa prinsip-prinsip tersebut dijabarkan dalam norma yang ketat, khususnya dengan Instruksi Musicam Sacram, diumumkan pada tanggal 5 Maret 1967 oleh Kongregasi kemudian dikenal sebagai Kongregasi Ritus sesuai persetujuannya. Dalam konteks yang sama, perlu untuk merujuk pada prinsip-prinsip inspirasi konsili untuk mendorong pembangunan sesuai dengan persyaratan dalam mereformasi liturgis dan yang akan mengukur sampai pada tradisi liturgis dan musik Gereja. Dokumen Konstitusi Sacrosanctum Concilium di mana menyatakan bahwa Gereja "menyetujui segala bentuk seni sejati yang memiliki kualitas yang diperlukan [7], dan mengakui hal ini ke dalam penyembahan ilahi", menemukan kriteria yang memuaskan untuk aplikasi di artikel 50-53 pada Instruksi Musicam Sacram [8].




3. Dalam berbagai kesempatan saya juga telah mengingatkan peran berharga dan penting dari musik dan lagu untuk partisipasi yang lebih aktif dan intens dalam perayaan liturgis [9]. Saya juga menekankan perlunya untuk "memurnikan ibadah dari keburukan gaya dan aliran musik, dari bentuk-bentuk ekspresi tidak menyenangkan, dari teks-teks musik bersemangat yang tidak layak untuk dijadikan sebagai bentuk perayaan liturgi" [10], untuk menjamin martabat dan keunggulan dengan komposisi liturgi .

Dalam perspektif ini, dalam terang Magisterium St Pius X dan pendahulu saya yang lain dan dengan mempertimbangkan khususnya pernyataan Konsili Vatikan Kedua, saya ingin kembali mengusulkan beberapa prinsip dasar untuk bagian ini penting dari kehidupan Gereja, dengan tujuan memastikan bahwa musik liturgi sesuai yang lebih erat dengan fungsi spesifik dalam berliturgi.


4. Dalam kesinambungan dengan ajaran St Pius X dan Konsili Vatikan II, perlu pertama-tama menekankan bahwa musik-musik yang ditakdirkan dalam ritual suci harus memiliki kekudusan sebagai titik referensi: "meningkat musik suci sampai kepada tingkat kekudusan agar terkait sebagai tindakan liturgis "[11]. Untuk alasan ini, "tidak semuanya tanpa pembatas yang berada di luar bait suci (profanum) cocok untuk menyeberangi batas tersebut", terhormat Pendahulu saya Paulus VI dengan bijak mengatakan, dengan mengomentari Keputusan Konsili Trente [12]. Dan ia menjelaskan bahwa "jika musik - instrumental dan vokal - tidak memiliki pada saat yang sama arti doa, martabat dan keindahan, maka hal itu menghalangi masuk ke dalam batas lingkup yang sakral dan religius" [13]. Hari ini, apalagi, arti dari kategori "musik suci" rupanya telah diperluas mencakup karya-karya musik yang tidak dapat menjadi bagian dari perayaan tanpa melanggar jiwa dan norma-norma Liturgi itu sendiri.

Reformasi St Pius X khusus untuk memurnikan musik Gereja dari kontaminasi musik duniawi yang profan dimana bahwa di banyak negara telah mencemari karya-karya musik dan praktek musik liturgi. Di zaman kita juga, pemikiran yang cermat, seperti yang saya tekankan dalam ensilik Ecclesia de Eucharistia, harus disadari bahwa tidak semua lambang seni atau musik dapat "mengekspresikan secara memadai misteri yang dipegang dalam kepenuhan Iman Gereja "[14]. Akibatnya, tidak semua bentuk musik dapat dianggap cocok untuk perayaan liturgi.

5. Prinsip lain, yang ditegaskan oleh St Pius X dalam Motu Proprio Tra le Sollecitudini dan yang sangat berhubungan dengan yang sebelumnya, adalah bentuk suara. Tidak ada musik yang terdiri untuk merayakan ritual sakral yang tidak pertama-tama merupakan "seni yang sesungguhnya benar" atau yang tidak memiliki keuntungan dimana "Gereja ingin agar bertujuan untuk mendapatkan penghayatannya dalam Liturgi dari sebuah seni suara musik" [15] .

Namun kualitas ini saja tidak cukup. Tetapi juga, musik liturgi harus memenuhi prasyarat tertentu dari liturgi: kepatuhan penuh terhadap teks Kitab Suci ketika menyajikannya didalam sebuah liturgi, penyelarasan waktu dan momen dalam Liturgi yang dimaksudkan, dengan tepat mencerminkan gerakan yang ingin ditunjukkan dalam ritual liturgi tersebut. Setiap jenis liturgi memerlukan ciri sendiri sebuah musik liturgi sesuai jenis liturgi yang dibawakan. Dari waktu ke waktu hal ini harus secara pantas membawakan secara alami sesuai ritus yang dijalankan, ketika menyatakan keajaiban Tuhan, ketika mengekspresikan pujian, doa atau bahkan kesedihan atas pengalaman penderitaan manusia yang, bagaimanapun, untuk membuka Iman untuk tujuan harapan Kristen.
 

6. Musik dan lagu yang diminta untuk reformasi liturgi - ini adalah benar untuk meluruskan pandangan ini - harus sesuai dan benar bersama dengan tuntutan yang sah dari adaptasi dan inkulturasi. Jelas, bagaimanapun, bahwa setiap inovasi dalam hal ini sangat sensitif dan harus menghormati kriteria tertentu seperti mencari ekspresi musik yang menanggapi keterlibatan yang diperlukan dari seluruh umat dalam perayaan dan dimana, pada saat yang sama, menghindari terjadinya sebuah kesembronoan atau pendangkalan dalam musik liturgi. Demikian juga, secara keseluruhan, setiap bentuk-bentuk elitis "inkulturasi" yang diperkenalkan ke dalam komposisi Liturgi kuno atau kontemporer nilai seni secara mungkin, tetapi disisi lain memperlemah arti dan makna dari liturgi secara keseluruhan, harus dihindari. 

Dalam hal ini St Pius X menunjukkan - dengan menggunakan istilah yang universal - sebuah prasyarat lebih lanjut dari musik yang bertujuan untuk ibadah: "... sementara setiap bangsa", katanya, "diijinkan untuk diakui menjadi komposisi lagu Gereja-Nya dalam bentuk-bentuk khusus yang mungkin dikatakan merupakan sebuah musik sesuai dari daerah asli mereka, tetapi masih perlu untuk diperhatikan bahwa bentuk-bentuk ini harus menjadi sedemikian rupa sesuai dengan karakter umum dari musik suci, agar dimana yang tak seorang pun dari suatu negara lain dapat menerima kesan lain ketika mendengar musik tersebut"[16]. Dengan kata lain, konteks perayaan kudus dalam liturgi tidak boleh menjadi sebuah laboratorium percobaan untuk setiap bentuk eksperimentasi atau bentuk ijin berkomposisi dan sebuah pertunjukkan tanpa peninjauan dengan seksama.
 

7. Di antara segala bentuk ekspresi musik yang pantas dikatakan terbaik sesuai dengan kualitas yang dituntut dari syarat musik suci, terutama musik liturgi, lagu Gregorian memiliki tempat khusus didalamnya. Konsili Vatikan II mengakui bahwa lagu Gregorian adalah jenis musik "yang khusus dan cocok untuk liturgi Romawi" [17] itu harus dihargai, dan dianggap lumrah, dan harus menjadi sebuah kebanggaan dalam pelayanan liturgi terlebih ketika dinyanyikan dalam bahasa Latin [18]. St Pius X menunjukkan bahwa Gereja telah "mewarisinya dari para Bapa Gereja", bahwa Gereja telah "menjaga dengan bangga [Lagu Gregorian] selama berabad-abad dalam setiap naskah kuno liturgi Gereja" dan masih tetap "mengusulkan kepada umat beriman" sebagai milik diri-Nya (Gereja,red) sendiri, mempertimbangkan ini sebagai "model tertinggi dalam musik suci" [19]. Dengan demikian, lagu Gregorian secara terus-menerus sampai juga hari ini menjadi elemen persatuan dalam Liturgi Romawi.

Seperti St Pius X, Konsili Vatikan II juga mengakui bahwa "jenis lain dari musik rohani, terutama polifoni, sama sekali tidak berarti dikecualikan dari perayaan liturgi" [20]. Oleh karena itu perlu untuk menaruh perhatian khusus pada jenis ekspresi musik baru untuk memastikan apakah mereka juga dapat mengungkapkan kekayaan tak terbatas dari Liturgi Misteri Allah ini ketika diusulkan dalam liturgi dan dengan demikian mendorong partisipasi aktif umat beriman dalam perayaan [21]. 

8. Pentingnya memelihara dan meningkatkan warisan berabad-abad dari Gereja memacu kita untuk mempertimbangkan tertentu sebuah nasihat spesifik dari Konstitusi Sacrosanctum Concilium: "Paduan Suara harus tekun dikembangkan, terutama di Gereja Katedral" [22]. Pada gilirannya, Instruksi Musicam Sacram menjelaskan tugas dari paduan suara: "Karena dari pelayanan liturgis itu latihan, paduan suara (musicale cappella atau schola cantorum) harus disebutkan di sini secara eksplisit. Norma konsili mengenai reformasi liturgi memberikan fungsi menonjol paduan suara yang lebih besar dan pentingnya paduan suara dalam bertanggung jawab atas kinerja yang benar dalam bagiannya dalam berliturgi, sesuai dengan jenis yang berbeda dari setiap lagu, untuk membantu umat beriman untuk mengambil bagian aktif dalam bernyanyi. Oleh karena itu, paduan suara harus dikembangkan dengan hati-hati, terutama di katedral dan gereja-gereja besar lainnya, di seminari-seminari dan di rumah-rumah religius "[23]. Tugas schola cantorum itu tidak menghilang: tetapi malah, memainkan peran dalam bimbingan dan dukungan dalam perayaan dan, pada saat-saat tertentu dalam liturgi, memiliki peran khusus sendiri.

Dari koordinasi semua hal itu - selebran imam dan diakon, para pembantunya, para pelayan altar, para pembaca, pemazmur, schola cantorum, para pemusik, penyanyi dan umat - mengalirkan suasana spiritual yang tepat yang membuat saat liturgi benar-benar intens, berbuah dan bermanfaat. Aspek musik perayaan liturgi tidak bisa, diserahkan kepada improvisasi atau ke selera setiap individu tetapi harus dilakukan dengan baik dan dilatih sesuai dengan norma dan kompetensi yang dihasilkan dari sebuah bentuk formasi liturgis yang memuaskan. 

9. Di dalam masalah ini, oleh karena itu, kebutuhan mendesak untuk mendorong pembentukan suara baik dari Para Imam dan umat beriman awam juga dilengkapi kedepan. St Pius X menegaskan secara khusus pada pelatihan musik kepada Imam. Konsili Vatikan II juga mengingatkan dalam hal ini: "Sangat pentingnya harus diadakan sebuah ajaran dan praktek musik di seminari-seminari, di rumah-rumah rejius kepaa para novisiat dari baik itu pria dan wanita, dan juga di lembaga-lembaga lainnya dan sekolah Katolik" [24 ]. Patut disayangkan bahwa Instruksi ini belum sepenuhnya dilaksanakan. Karena itu saya saat ini tepat untuk mengingatkan, sehingga para Imam kedepannya mungkin memperoleh sensitivitas yang cukup juga di bidang ini.

Dalam tugas pelatihan dalam masalah ini, peran khusus dimainkan oleh sekolah musik suci, yang St Pius X mendesak masyarakat untuk mendukung dan mendorongnya [25] dan  Konsili Vatikan II merekomendasikan pembentukan sekolah musik suci sedapat mungkin [26]. Hasil nyata dari reformasi St Pius X adalah pembentukan sekolah musik suci di Roma pada tahun 1911, delapan tahun setelah Motu Proprio ini dikeluarkan, terbentuknya sekolah
"Pontificia Scuola Superiore di Musica Sacra" (Sekolah Kepausan untuk Studi Lanjutan pada Musik Suci), yang kemudian menjadi "Pontificio Istituto di Musica Sacra" (Institut Kepausan Musik Suci). Selain lembaga akademis ini, yang kini telah ada selama hampir satu abad dan telah memberikan layanan berkualitas tinggi kepada Gereja, Gereja-gereja partikular telah mendirikan sekolah-sekolah lain yang layak untuk didukung dan diperkuat oleh pengetahuan yang pernah diajarkan agar lebih baik dalam kinerja menampilkan liturgi musik. 

10. Sejak Gereja selalu mengakui dan memajukan setiap bentuk kesenian, seharusnya tidak mengejutkan bahwa selain lagu Gregorian dan polifoni Dia juga mengakui ke perayaan bahkan musik paling modern, selama hal itu juga menghormati jiwa liturgi dan memiliki nilai yang benar dari bentuk seni. Dalam komposisi untuk ibadat Ilahi, Gereja-gereja lokal di berbagai negara diijinkan untuk memanfaatkan "bentuk-bentuk khusus yang dapat digunakan dimana dapat dikatakan merupakan karakter khusus dari musik asli asal [mereka]" [27]. Di dalam batas ijin ini Pendahulu yang suci saya dan dari apa yang telah ditetapkan baru-baru ini oleh Konstitusi Sacrosanctum Concilium [28], dan didalam Ensiklik Ecclesia de Eucharistia saya untuk memberikan ruang bagi kontribusi musik baru, sesuai dengan inspirasi melodi Gregorian dimana "banyak komponis-komponis besar yang sering kali telah menggubah lagu Gregorian terhadap teks-teks liturgi Misa" [29].

11. Abad terakhir, dengan pembaruan yang diperkenalkan oleh Konsili Vatikan II, menyaksikan pembangunan khusus dalam lagu keagamaan rakyat, yang Sacrosanctum Concilium katakan: "Lagu-lagu agama oleh umat beriman harus cerdas dipupuk sehingga dalam ibadah suci dan latihan serta dalam pelayanan liturgi, suara-suara umat beriman dapat didengar ... "[30]. Lagu ini agar dicocok dengan partisipasi umat beriman, tidak hanya untuk praktek devosional "sesuai dengan norma-norma dan persyaratan dari rubrik" [31], tetapi juga dengan Liturgi itu sendiri. Nyanyian populer, pada kenyataannya, merupakan "ikatan persatuan dan ekspresi gembira masyarakat didalam doa, mendorong proklamasi iman dan menanamkan ke liturgi besar sebuah perayaan yang dapat tertandingi dan meningkatkan kekhidmatan" [32].
 

12. Berkenaan dengan komposisi musik liturgi, saya membuat sendiri "aturan umum" dimana St Pius X merumuskan dalam kata-kata ini: "Semakin erat komposisi dalam Gereja sebagai pendekatan di gerakannya, menginspirasi dan menikmati bentuk melodi Gregorian, semakin suci liturgi itu menjadi; dan lebih harmoni juga dengan bahwa dengan jenis model tertinggi ini, yang adalah layak dalam Bait Suci ini "[33]. Tentu tidak saja, bahwa masalah ini meniru Gregorian melainkan juga untuk memastikan bahwa komposisi baru yang dijiwai dengan semangat yang sama yang terinspirasi dan sedikit demi sedikit datang membentuk liturgi. Hanya seorang seniman yang sangat mendalami sensus Ecclesiae dapat memahami dan mengekspresikan dalam melodi lagu sebuah kebenaran Misteri yang dirayakan dalam liturgi [34]. Dalam perspektif ini, dalam Surat saya untuk para Seniman saya menulis: "Berapa banyak karya suci telah disusun selama berabad-abad oleh orang-orang yang sangat diilhami dengan rasa misteri Iman! orang percaya yang tak terhitung jumlahnya telah memelihara melodi Gregorian ini juga yang telah mengaliri hati orang-orang kepercayaan lainnya, baik diperkenalkan dalam Liturgi atau digunakan sebagai bantuan untuk sebuah ibadah yang bermartabat. Dalam lagu, iman dialami sebagai kegembiraan hidup, cinta dan harapan dan yang pasti campur tangan dalam Keselamatan Allah "[35].

Pembaruan dan pemikiran yang lebih dalam tentang prinsip-prinsip yang harus menjadi dasar pembentukan dan penyebaran karya-karya musik yang berkualitas tinggi oleh karena itu diperlukan. Hanya dengan cara ini ekspresi musik diberikan secara tepat untuk melayani tujuan akhir, yang adalah demi "kemuliaan Allah dan pengudusan umat beriman" [36].
 

Saya juga mengenal baik yang saat ini ada banyak komposer yang mampu membuat kontribusi yang sangat diperlukan dalam jiwa ini, meningkat dengan kolaborasi dengan warisan musik untuk melayani Liturgi agar semakin hidup yang lebih intens. Kepada mereka saya mengungkapkan keyakinan saya, bersama-sama dengan nasihat yang paling ramah dari saya untuk menempatkan setiap usaha mereka ke dalam peningkatan karya-karya komposisi lagu yang layak dalam pembawaan Misteri Agung Allah ketika dirayakan dan, pada saat yang sama, cocok untuk kepekaan yang kontemporer. 
 
13. Terakhir, saya ingin mengingatkan apa yang St Pius X peringatkan di tingkat praktek dalam masalah ini sehingga mendorong penerapan efektif dari petunjuk yang ditetapkan dalam Motu Proprio tersebut. Mengatakan ini kepada para Uskup, ia menasehati agar bahwa mereka membentuk sebuah lembaga di Keuskupan mereka dimana "Komisi khusus dari orang yang mempunyai keahlian yang kompeten dalam musik suci" [37]. Dimana sesuai dengan keinginan dari kepausan ini dimasukkan ke dalam praktek, agar menghasilkan buah berlimpah. Pada saat ini ada komisi nasional, keuskupan dan antar-diocesan banyak yang memberikan kontribusi berharga untuk mempersiapkan karya-karya lagu lokal, berusaha untuk berlatih dalam penegasan yang memperhitungkan kualitas teks dan musik. Saya berharap bahwa Uskup akan terus mendukung komitmen komisi ini dan mendorong efektivitas mereka dalam konteks pastoral [38].

Dalam terang pengalaman yang diperoleh dalam beberapa tahun terakhir, semakin baik untuk menjamin pemenuhan tugas penting dari pengaturan dan mempromosikan Liturgi Suci ini, saya meminta Kongregasi Tata-tertib Liturgi dan Sakramen untuk meningkatkan perhatian dalam masalah ini, sesuai dengan tujuan kelembagaan ini [39], di sektor musik liturgi suci, menyediakan diri dari kompetensi dari berbagai komisi dan lembaga khusus dalam bidang ini serta kontribusi dari Institut Kepausan musik suci. Memang, penting bahwa komposisi musik yang digunakan untuk perayaan liturgi sesuai dengan kriteria yang telah tepat ditetapkan oleh St Pius X dan bijaksana dikembangkan oleh Konsili Vatikan Kedua dan selanjutnya Magisterium Gereja. Dalam perspektif ini, saya yakin bahwa Konferensi Uskup harus hati-hati akan memeriksa teks yang ditujukan untuk nyanyian liturgis [40] dan akan mencurahkan perhatian khusus untuk mengevaluasi dan mendorong melodi yang benar-benar cocok untuk penggunaan  yang suci ini [41].
 

14. Sekali lagi di tingkat praktek, Motu Proprio yang diperingati  yang telah mencapai umur seratus tahun ini juga berkaitan dengan pertanyaan tentang alat musik yang akan digunakan dalam Liturgi Latin. Di antaranya, Dia (Gereja,red) mengakui tanpa ragu-ragu pentingnya organ pipa dan menetapkan norma-norma yang sesuai untuk digunakan [42]. Konsili Vatikan II sepenuhnya menerima pendekatan Pendahulu suci saya, dimana menyatakan: "Organ pipa yang harus dijunjung tinggi dalam Gereja Latin, karena itu adalah alat musik tradisional, suara yang dapat menambah kemegahan indah untuk perayaan Gereja dan kuat mengangkat pikiran orang kepada Allah dan hal-hal yang lebih tinggi "[43].

Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa komposisi kontemporer sering menggunakan keragaman bentuk-bentuk musik yang memiliki martabat tertentu mereka sendiri. Sampai-sampai mereka sangat membantu untuk doa Gereja, ini dapat membuktikan pengayaan berharga. Perhatian harus diambil, namun, untuk memastikan bahwa instrumen yang cocok untuk digunakan dalam hal yang suci, bahwa pipa organ cocok untuk martabat Gereja dan dapat menyertai nyanyian yang setia dan melayani untuk mendidik umat.
 

 15. Saya berharap bahwa peringatan seratus tahun Motu Proprio Tra le Sollecitudini, melalui perantaraan Penulis suci Motu Proprio ini bersama-sama dengan Sta Cecilia, pelindung musik suci, dapat menjadi dorongan dan insentif untuk mereka yang terlibat dalam aspek penting dari perayaan liturgi. Pecinta musik suci, dengan mendedikasikan diri dengan dorongan baru untuk sektor yang sangat penting tersebut, akan memberikan kontribusi pada pertumbuhan rohani Umat Allah. Orang beriman, untuk bagian mereka, dalam mengekspresikan iman mereka secara harmonis dan khidmat dalam lagu, akan mengalami kekayaannya semakin penuh dan akan mematuhi komitmen untuk mengekspresikan hal ini dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini, melalui kesepakatan bulat dari Gembala para Jiwa, musisi dan umat beriman, maka akan mungkin untuk mencapai apa yang Konstitusi Sacrosanctum Concilium gambarkan sebagai "tujuan musik suci" yang benar, yaitu, untuk "kemuliaan Allah dan pengudusan dengan dari "umat beriman [44].

Semoga contoh dan model dari Perawan Maria, yang dalam pujian dalam Magnificat dari keajaiban Allah bekerja dalam sejarah manusia tetap luar biasa. Dengan harapan ini, saya menyampaikan Berkat Apostolik saya untuk semua orang dengan kasih sayang.




Diberikan di Roma dari Basilika St.Petrus pada tanggal 22 November, dalam Peringatan Sta.Cecilia,  pada tahun 2003, pada masa jabatan Pontifikat yang ke 26 tahun

Paus Yohanes Paulus II 







Catatan Kaki:

[1] Pii X Pontificis Maximi Acta, Vol. I, p. 77.
[2] Ibid.
[3] Ibid., n. 1, p. 78.
[4] Ibid.
[5] Ibid., n. 112.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Cf. AAS 59 (1967), 314-316.
[9] Cf. e.g., Address to members of the Pontifical Institute for Sacred Music for its 90th Anniversary (19 January 2001), 1:  L'Osservatore Romano English Edition [ORE], 7 February 2001, p. 7.
[10] General Audience, 26 February 2003, n. 3:  [ORE], 5 March 2003, p. 11.
[11] Second Vatican Council, Constitution on the Sacred Liturgy Sacrosanctum Concilium, n. 112.
[12] Address to the Participants in the General Assembly of the Italian Association Santa Cecilia (18 September 1968):  Insegnamenti VI (1968), 479.
[13] Ibid.
[14] Ibid., n. 50:  AAS 95 (2003), 467.
[15] Ibid., n. 2, p. 78.
[16] Ibid., pp. 78-79.
[17] Constitution on the Sacred Liturgy Sacrosanctum Concilium, n. 116.
[18] Cf. Sacred Congregation for Rites, Instruction on Music in the Sacred Liturgy Musicam Sacram (5 March 1967), 50:  AAS 59 (1967), 314.
[19] Moto Proprio Tra le Sollecitudini, n. 3, p. 79.
[20] Constitution on the Sacred Liturgy Sacrosanctum Concilium, n. 116.
[21] Cf. ibid., n. 30.
[22] Ibid., n. 114.
[23] Ibid., n. 19:  AAS 59 (1967), 306.
[24] Constitution on the Sacred Liturgy Sacrosanctum Concilium, n. 115.
[25] Cf. Moto Proprio Tra le Sollecitudini, n. 28, p. 86.
[26] Cf. Constitution on the Sacred Liturgy Sacrosanctum Concilium, n. 115.
[27] Pius X, Motu Proprio Tra le Sollecitudin, n. 2, p. 79.
[28] Cf. n. 119.
[29] N. 49:  AAS 95 (2003), 466.
[30] N. 118.
[31] Ibid.
[32] John Paul II, Address to the Participants in the International Congress of Sacred Music (27 January 2001), n. 4:  ORE, 7 February 2001, p. 4.
[33] Moto Proprio Tra le Sollecitudin, n. 3, p. 79.
[34] Cf. Second Vatican Council, Constitution on the Sacred Liturgy Sacrosanctum Concilium, n. 112.
[35] N. 12:  Insegnamenti XXII/1 (1999), 718.
[36] Second Vatican Council, Constitution on the Sacred Liturgy Sacrosanctum Concilium, n. 112.
[37] Moto Proprio Tra le Sollecitudin, n. 24, p. 85.
[38] Cf. John Paul II, Apostolic Letter Vicesimus Quintus Annus (4 December 1988), n. 20:  AAS 81 (1989), 916.
[39] Cf. John Paul II, Apostolic Constitution Pastor Bonus (28 June 1988), 65:  AAS 80 (1988), 877.
[40] Cf. John Paul II, Encyclical Letter Dies Domini (31 May 1998), 50:  AAS 90 (1988), 745; Congregation for Divine Worship and the Discipline of the Sacraments, Instruction Liturgiam authenticam (28 March 2001), 108:  AAS 93 (2001), 719.
[41] Cf. Institutio Generalis Missalis Romani,* editio typica III, 393. [* Link to US version]
[42] Cf. Motu Proprio Tra le Sollecitudini nn. 15-18, p. 84.
[43] Second Vatican Council, Constitution on the Sacred Liturgy Sacrosanctum Concilium, n. 120.
[44] Ibid., n. 112.

 link: dokumen dalam bahasa Inggris (klik disini)
 
terjemahan bebas dari admin 


ut habeatis fidem in Eclessia Catholica

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar