Kamis, 02 Agustus 2012

Surat Ensilik Fides et Ratio (Iman dan Akal Budi) oleh Yohanes Paulus II bagian I

Dari Penulis Blog: penulis menerjemahkan secara bebas dokumen terpenting antara Iman dan Akal Budi bagi Iman Katolik yang ditulis oleh Beato Yohanes Paulus II, dokumen ini sangat membantu pembaca untuk lebih mengenal lebih dalam akan ajaran Katolik yang begitu indah, penulis membagi menjadi 7 Bagian dari surat Ensilik ini, karena keterbatasan waktu dan karena panjangnya dokumen ini, sehingga mungkin akan membuat pembaca akan lebih cepat bosan membaca sekaligus, selain itu karena dokumen ini akan sulit dibaca dan dimengerti sekaligus. Dan sebaiknya pembaca seharusnya tidak boleh mengambil keputusan atau sebuah kesimpulan ketika hanya membaca sebagian dari ensilik ini, karena ketika itu dilakukan, maka hanya akan membuat pembaca tidak mengerti maksud dan inti dari ensilik ini, sehingga dapat mereduksi ajaran Katolik yang terkandung didalamnya, bukan sebaliknya yang ingin disampaikan oleh Ensilik ini dimana ingin menyampaikan ajaran Katolik secara kepenuhan. Terjemahan bisa para pembaca melihat di link resmi Tahta Suci di vatican.va dalam Bahasa Inggris : Encylical Fides et Ratio.




Terjemahan Fides et Ratio bagian I:

Surat Ensilik 

Fides Et Ratio

Dari Supreme Pontiff

Yohanes Paulus II

Kepada Semua Para Uskup

Seluruh Gereja Katolik

Mengenai Hubungan Iman dan Akal Budi

 





Saudara Para Uskup sekalian yang termulia,
Berkat Apostolik dan doa bagi kesehatan saya berikan!

Iman dan akal budi adalah seperti dua sayap di mana roh manusia naik ke kontemplasi kebenaran, dan
hal ini Allah telah menempatkannya didalam hati manusia keinginan untuk mengetahui kebenaran-dengan kata lain, mengenal diri-Nya sendiri-sehingga, dengan mengetahui dan mengasihi Tuhan , pria dan wanita juga mungkin sampai pada kepenuhan kebenaran tentang diri mereka sendiri (bdk Kel 33:18; Mzm 27:8-9; 63:2-3; Yoh 14:8; 1 Yoh 3:2).


PENDAHULUAN
"Pengenalan Terhadap Diri Sendiri"

 
1. Baik di Timur dan Barat, kita dapat melihat perjalanan yang telah menyebabkan umat manusia selama berabad-abad untuk bertemu dan melakukan pencarian akan kebenaran secara terus menerus dan lebih dalam. Ini adalah suatu perjalanan yang penuh tingkatan dan berlipat-lipat-karena harus- melewati dalam cakrawala kesadaran diri secara pribadi: semakin manusia lebih tahu tentang realitas dan dunia, semakin mereka tahu mengenai diri mereka sendiri dalam keunikan mereka masing-masing, dengan semakin mempertanyakan tentang makna suatu hal dan dari keberadaan mereka didunia menjadi semakin mendesak pencari tahuan itu. Inilah sebabnya mengapa semua ini adalah obyek pengetahuan kita dimana menjadi bagian dari kehidupan kita. Nasihat mengenai Kenalilah diri Anda diukir di depan pintu kuil di Delphi, sebagai sebuah kesaksian mengenai dasar kebenaran yang merupakan syarat minimal bagi mereka yang mencari arti dari kemanusiaan didunia yang memisahkan dari ciptaan lain didunia, dimana mereka ini disebut kenalilah diri sendiri 

 
Selain itu, pandangan sekilas pada sejarah kuno menunjukkan dengan jelas bagaimana di berbagai belahan dunia, dengan berbagai budaya yang berbeda, ada timbul pada saat yang sama pertanyaan-pertanyaan mendasar yang mana menyerap kehidupan manusia: Siapakah aku? Di mana aku datang dan ke mana aku pergi? Mengapa ada kejahatan? Apa yang ada setelah kehidupan ini? Ini adalah pertanyaan yang kita temukan dalam tulisan-tulisan kudus dari Israel, dan juga dalam Veda dan Avesta, kita juga menemukan hal-hal ini dalam tulisan-tulisan Konfusius dan Lao-Tze, dan dalam pemberitaan Tirthankara dan Buddha, hal ini juga muncul dalam puisi dari Homer dan dalam tragedi Euripides dan Sophocles, hal-hal ini juga dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan filosofis Plato dan Aristoteles. Mengenai hal ini adalah pertanyaan yang memiliki sumber yang sama dimana ini adalah upaya untuk mencari suatu makna yang selalu memaksa hati manusia untuk mencarinya. Bahkan, jawaban-jawabann yang diberikan atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat memutuskan kearah mana orang berusaha untuk menjalani hidup mereka.


 2. Gereja tidak asing dengan perjalanan penemuan ini, atau mungkin Dia [Gereja] masih mencari-Nya. Dari saat ketika, melalui Misteri Paskah, Dia[Gereja] menerima karunia kebenaran hakiki tentang kehidupan manusia, Gereja telah membuat jalan ziarah di sepanjang jalan dunia untuk memberitakan bahwa Yesus Kristus adalah "jalan, kebenaran, dan hidup "(Yoh 14:6). Adalah tugasnya untuk melayani kemanusiaan dengan cara yang berbeda, tetapi satu cara ini khususnya membebankan sebuah tanggung jawab dari jenis yang cukup istimewa:. menjadi diakonia kebenaran (1) [Pelayan Kebenaran]. Misi  tugas ini di satu sisi membuat masyarakat yang percaya menjadi mitra dalam perjuangan kemanusiaan untuk sampai pada kebenaran, (2) dan di sisi lain mewajibkan komunitas orang percaya untuk memberitakan kepastian dimana kita akan tiba kelak, meskipun dengan perasaan samar-samar bahwa setiap kebenaran yang dicapai hanyalah sebuah langkah menuju sebuah kepenuhan kebenaran yang akan muncul dengan Wahyu terakhir dari Tuhan: "Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal. "(1 Kor 13:12).

3. Pria dan wanita telah menaruh sebuah batas jalur mengenai sumber daya untuk menghasilkan pengetahuan yang lebih besar dari kebenaran sehingga kehidupan mereka mungkin menjadi lebih manusiawi. Di antaranya adalah filsafat, yang secara langsung berhubungan dengan pengajuan pertanyaan tentang makna hidup dan membuat sketsa jawaban untuk itu. Filsafat muncul, kemudian, menjadi sebagai salah satu tugas paling mulia bagi manusia. Menurut etimologi katanya yang berasal dari Yunani, filsafat memiliki istilah berarti "cinta akan kebijaksanaan". Lahir dan dipelihara ketika manusia pertama bertanya mengenai pertanyaan tentang alasan untuk masalah dan tujuan mereka, filsafat menunjukkan berbagai mode dan bentuk bahwa keinginan untuk kebenaran adalah bagian dari sifat manusia itu sendiri. Ini adalah sifat bawaan dari akal manusia untuk bertanya mengapa hal-hal tentang mereka sendiri , meskipun jawaban yang secara bertahap muncul dalam cakrawala yang diuangkapkan diberbagai budaya manusia dimana saling melengkapi.

Pengaruh kuat filsafat pada pembentukan dan pengembangan budaya Barat jangan sampai mengaburkan pengaruh itu juga yang telah dijalani untuk mencari pemahaman ini yang ditemukan di Timur. Setiap orang memiliki kebijaksanaan menurut asal mereka dan kemungkinan berkembang kedepannya, dimana hal ini adalah sebagai harta budaya yang sebenarnya, hcenderung menemukan suara dan mengembangkan dalam bentuk yang benar-benar filosofis. Salah satu contoh dari ini adalah bentuk dasar pengetahuan filosofis yang jelas sampai hari ini dalam postulat yang menginspirasi sistem hukum nasional dan internasional dalam mengatur kehidupan masyarakat.


4. Meskipun demikian, memang benar bahwa suatu kata tunggal menyembunyikan berbagai makna. Karena itu membutuhkan sebuah klarifikasi yang lebih awal. Didorong oleh keinginan untuk menemukan kebenaran hakiki dari suatu keberadaan, manusia berusaha untuk mendapatkan unsur-unsur universal dari pengetahuan yang memungkinkan mereka untuk memahami diri mereka lebih baik dan untuk memajukan diri sendiri dalam realisasi-antar mereka. Unsur-unsur mendasar dari musim semi suatu pengetahuan dimana keajaiban terbangun di dalamnya oleh kontemplasi penciptaan: manusia dikejutkan dengan menemukan diri mereka sebagai bagian dari dunia, dalam hubungannya dengan orang lain yang sama seperti mereka, semuanya berbagi nasib yang sama. Inilah sebuah permulaan, kemudian, perjalanan yang akan memimpin mereka untuk menemukan batas-batas yang selalu baru bagi pengetahuan Kebenaran. Tanpa heran, pria dan wanita akan terjerumus ke dalam suatu rutin yang mematikan dan sedikit demi sedikit akan menjadi tidak mampu dalam hidup yang benar-benar pribadi.

Melalui usaha dari filsafat, kemampuan untuk berspekulasi yang tepat untuk kecerdasan manusia memproduksi modus ketat dalam suatu pemikiran, dan kemudian pada gilirannya, melalui perpaduan logis dari afirmasi yang dibuat dan kesatuan organik dari isi maksud mereka, menghasilkan suatu sistem tentang pengetahuan . Dalam konteks budaya yang berbeda dan pada waktu yang berbeda, proses ini telah menghasilkan hasil yang telah menghasilkan sistem pemikiran yang asli. Namun cukup sering dalam sejarah hal ini telah membuat godaan untuk mengidentifikasi satu aliran pengetahuan filsafat menjadi tunggal terhadap seluruh filsafat. Dalam kasus tersebut, kita jelas berhadapan dengan "kebanggaan filosofis" yang berusaha untuk menyajikan pandangan sendiri secara parsial dan tidak sempurna sebagai pembacaan yang lengkap dari semua realitas. Akibatnya, setiap sistem filosofis,  harus selalu dihormati dalam keutuhan, tanpa instrumentalisasi apapun, dimana masih harus mengakui keunggulan penyelidikan filosofis, dari mana ia berasal dan setia untuk melayaninya.


Meskipun zaman berubah dan meningkatnya pengetahuan, adalah mungkin untuk membedakan inti wawasan filosofis dalam sejarah pemikiran secara keseluruhan. Perhatikan, misalnya, prinsip-prinsip non-kontradiksi sebuah keputusan akhir, dan sebuah sebab-akibat, serta konsep orang sebagai subyek yang bebas dan cerdas, dengan kapasitas untuk mengenal Tuhan, kebenaran dan kebaikan. Pertimbangkan juga norma-norma moral tertentu yang mendasar yang dimiliki oleh semua manusia. Ini adalah sebuah indikasi bahwa, di luar jenis pemikiran yang berbeda, ada sebuah badan pengetahuan yang dapat dinilai semacam sebuah warisan spiritual manusia. Seolah-olah kita telah datang atas sebuah filosofi yang implisit, sebagai akibat dari yang semua merasa bahwa mereka memiliki prinsip-prinsip ini, meskipun secara umum dan belum direnungi. Justru karena hal itu dibagikan dengan ukuran tertentu oleh semua manusia, pengetahuan ini harus dilayani sebagai semacam bentuk referensi-point untuk jenis-jenis filsafat yang berbeda. Setelah berhasil dijabarkan tentang akal budi dan merumuskan prinsip-prinsip universal yang menjadi dasar pertama dan benar menarik kesimpulan dari mereka yang koheren baik secara logis dan etis, maka dapat disebut alasan yang tepat atau, seperti yang disebut orang jaman lampau, Orthos logos, recta ratio.


5. Bagi pihak-Nya [Gereja], Gereja tidak lain menetapkan nilai yang besar terhadap akal budi dengan mendorongnya agar tercapai tujuan yang membuat kehidupan masyarakat yang lebih layak. Dia[Gereja] melihat didalam filsafat cara untuk mengenal kebenaran mendasar tentang kehidupan manusia. Pada saat yang sama, Gereja menganggap filosofi  merupakan suatu bantuan yang sangat diperlukan untuk pemahaman yang lebih dalam mengenai Iman dan untuk mengkomunikasikan kebenaran Injil kepada mereka yang belum mendengar tentang-Nya.

Karena itu, dengan mengikuti inisiatif serupa oleh pendahulu saya, saya ingin merenungkan mengenai aktifitas khusus ini dari akal manusia. Saya menilai perlu untuk melakukannya karena, pada saat ini khususnya, dalam mencari kebenaran hakiki tersebut tampaknya kebenaran ini sering diabaikan oleh manusia jaman sekarang. Filsafat modern jelas memiliki jasa besar dalam memfokuskan perhatian pada manusia. Dari titik tolak alasan ini, manusia dengan banyak pertanyaan yang telah dikembangkan lebih lanjut memiliki kerinduan untuk mengetahui lebih lanjut lagi dan semakin mendalam. Sistem yang kompleks pemikiran telah demikiannya dibangun, menghasilkan hasil dalam berbagai bidang pengetahuan dan mendorong pengembangan budaya dan sejarah. Antropologi, logika, ilmu alam, sejarah, linguistik dan sebagainya-seluruh alam pengetahuan telah terlibat dalam satu atau lain cara. Namun hasil positif yang dicapai tidak harus mengaburkan fakta bahwa akal budi, di satu sisi memiliki kerinduan untuk menyelidiki subjektivitas manusia, tampaknya telah terlupa oleh banyak orang bahwa pria dan wanita selalu dipanggil untuk mengarahkan langkah-langkah mereka menuju kebenaran yang melampaui mereka. Dipisahkan dari kebenaran itu, setiap individu berada dalam kekuasaan dari tingkah, dan negara mereka sebagai orang akhirnya dihakimi dengan kriteria pragmatis berdasarkan dasarnya pada data eksperimental, dengan keyakinan yang salah bahwa teknologi harus mendominasi semua. Hal ini terjadi oleh karena alasan itu, bukan menyuarakan orientasi manusia terhadap kebenaran, telah layu di bawah beban begitu banyak pengetahuan dan sedikit demi sedikit telah kehilangan kapasitas untuk mengangkat pandangannya kepada ketinggian, tidak berani naik ke kebenaran yang . Meninggalkan penyelidikan ini, penelitian filosofis modern telah terkonsentrasi, bukan pada manusia mengetahui. Daripada memanfaatkan kapasitas manusia untuk mengetahui kebenaran, filsafat modern telah lebih suka menonjolkan cara di mana kapasitas ini terbatas dan dikondisikan.
Hal ini telah melahirkan berbagai bentuk agnostisisme dan relativisme yang dipimpin oleh penelitian filosofis dimana hal ini membuat kehilangan jalan ditutupi oleh pasir yang disebut skeptisisme luas. Belakangan ini kita telah melihat bangkitnya keunggulan beragam doktrin yang cenderung mendevaluasi bahkan kebenaran yang telah ditetapkan. Sebuah pluralitas yang berdasarkan pada posisi sehingga membedakan satu dengan lainnya telah menjadi sebuah pluralitas yang tidak boleh dibeda-bedakan, berdasarkan asumsi bahwa semua posisi sama-sama valid dan sah, yang merupakan salah satu gejala saat ini yang paling luas dari kurangnya kepercayaan pada kebenaran. Bahkan konsep-konsep tertentu mengenai kehidupan yang berasal dari Timur mengkhianati hal ini dengan menjadikannya kurang percaya diri, menyangkal kebenaran yang memiliki karakter yang eksklusif dan dengan asumsi bahwa kebenaran yang menyatakan dirinya sederajat walaupun dalam doktrin-doktrin yang berbeda, bahkan jika doktrin ini bertentangan satu sama lain. Pada pemahaman ini, semuanya direduksi menjadi pendapat, dan hanya terletak pada kulitnya saja. Sementara, di satu sisi, pemikiran-pemikiran filsafat telah berhasil membawa dekat tentang realitas kehidupan manusia dan bentuk ekspresinya, tetapi juga cenderung untuk mengejar isu-eksistensial, hermeneutis atau bahasa-yang dimana mengabaikan pertanyaan radikal mengenai kebenaran tentang pribadi keberadaan manusia, tentang menjadi manusia dan tentang Tuhan. Oleh karena itu kita melihat di antara pria dan wanita di zaman kita, dan bukan hanya di beberapa, bahkan juga dibeberapa filsuf, sikap ketidakpercayaan meluas mengenai kapasitas yang besar mengenai manusia untuk sebuah pengetahuan yang hakiki. Dengan kerendahan hati palsu, orang mengambil beberapa dan membuang sebagian mengenai kebenaran sehingga kebenaran tersebut menjadi sebagian dan hanya bersifat sementara, mereka tidak lagi berusaha untuk mengajukan pertanyaan radikal tentang makna dan dasar utama dari manusia, eksistensi pribadi dan sosial. Singkatnya, dengan harapan bahwa semoga filsafat mungkin bisa kembali memberikan jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan telah menyusut tersebut.

6. Tentu dengan kemampuan Gereja sebagai pembawa wahyu Yesus Kristus, Gereja menegaskan kembali kebutuhan untuk merenungkan kebenaran. Ini adalah mengapa saya telah memutuskan untuk menyampaikan kepada anda semua, Para Uskup terhormat saya, Saudara-saudara saya, dengan siapa saya berbagi misi "menyatakan kebenaran secara terbuka" (2 Kor 4:2), juga sebagai teolog dan filsuf yang tugasnya adalah untuk mengeksplorasi aspek yang berbeda mengenai kebenaran, dan semua orang yang mencari kebenaran tersebut, dan saya melakukannya untuk menawarkan beberapa pemikiran tentang beberapa jalur yang mengarah ke Kebijaksanaan sejati, sehingga mereka yang mencintai kebenaran mungkin mengambil jalan pasti menuju ke sana dan mendapat ketenangan dari pekerjaan mereka dan sukacita bagi jiwa mereka.

Saya merasa terdorong untuk melakukan tugas di atas, semua karena desakan Konsili Vatikan II bahwa Uskup adalah "saksi kebenaran Ilahi dan katolik" (3) Untuk menjadi saksi kebenaran karena itu tugas yang dipercayakan kepada kita, Para Uskup, kami tidak dapat meninggalkan tugas ini tanpa gagal dalam pelayanan yang telah kita terima. Dalam menandaskan kebenaran iman, kita semua bisa mengembalikan dijaman kita, kepercayaan asli dalam kapasitas mereka sebagai Kebenaran untuk mengetahui dan menantang filsafat untuk memulihkan dan mengembangkan martabat mereka[Kebenaran] secara keseluruhan.

Ada alasan lain mengapa saya menulis refleksi ini. Dalam Surat Ensilik Veritatis Splendor saya sebelumnya, saya menarik perhatian untuk "beberapa kebenaran yang mendasar tertentu dari doktrin Katolik yang, dalam keadaan sekarang, risiko untuk terdistorsi(disalah-tafsirkan) atau ditolak". (4) Dalam Surat ini, saya ingin mengejar refleksi bahwa dengan berkonsentrasi pada tema kebenaran itu sendiri dan pada pondasi dalam kaitannya dengan iman. Untuk itu tidak bisa disangkal bahwa hal tersebut pada saat ini dalam perubahan yang cepat dan kompleks dapat terjadi terutama pada generasi muda, kepada siapa masa depan itu milik mereka dan pada siapa masa depan itu tergantung, dengan perasaan bahwa mereka tidak memiliki poin yang valid dari beberapa arahan. Kebutuhan dasar untuk kehidupan pribadi dan masyarakat menjadi semakin tertekan pada saat kita dihadapkan dengan ketidakseimbangan yang nyata mengenai pandangan yang sementara dan tidak kekal diyakini sebagai suatu nilai kebenaran dan kemungkinan untuk menemukan arti sebenarnya dari hidup dilemparkan kepada keraguan. Inilah sebabnya mengapa banyak orang tersandung ketika menuju kepada arti kehidupan ke tepi jurang tanpa mengetahui di mana mereka akan pergi. Kadang-kadang, hal ini terjadi karena mereka yang dipanggil untuk mencari hal ini memberikan suatu ekspresi budaya untuk pemikiran mereka yang tidak lagi melihat kebenaran, lebih memilih cepat sukses dengan kerja keras daripada melakukan penyelidikan penderita pasien ke dalam apa yang membuatnya layak hidup. Dengan daya tarik abadi untuk pencarian kebenaran, filsafat memiliki tanggung jawab besar membentuk suatu pemikiran dan budaya; dan sekarang harus berusaha tegas untuk memulihkan panggilan aslinya. Ini adalah mengapa saya merasa baik kebutuhan dan kewajiban untuk mengatasi tema ini sehingga, di ambang milenium ketiga era keKristenan ini, kemanusiaan mungkin datang untuk rasa yang lebih jelas dari sumber daya yang besar dengan yang telah diberkahi dan dapat berkomitmen dengan keberanian baru untuk mengimplementasikan rencana keselamatan yang merupakan bagian dari sejarah.


BAB I

WAHYU ATAS
KEBIJAKSANAAN ALLAH

Yesus, Mengungkapkan Bapa

7. Yang mendasari semua pemikiran Gereja adalah kesadaran bahwa Dia adalah pembawa pesan yang berasal dari Allah sendiri (lih. 2 Kor 4:1-2). Pengetahuan yang Gereja tawarkan kepada manusia tidak berawal dalam kesimpulan sendiri, namun luhur, tetapi dalam firman Allah yang Dia[Gereja] telah menerima dalam iman (bdk. 1 Th 2:13). Pada asal usul kehidupan iman kita alami, secara unik dalam jenisnya, yang mengungkapkan suatu misteri tersembunyi sepanjang masa (cf. 1 Kor 2:7; Rom 16:25-26), tetapi yang sekarang terungkap: "Pada-Nya kebaikan dan kebijaksanaan, Allah memilih untuk menyatakan diri dan membuat kita ketahui tujuan tersembunyi dari kehendak-Nya (lih. Ef 1:9), dengan yang, melalui Kristus, Sabda yang menjadi daging, manusia memiliki akses kepada Bapa dalam Roh Kudus dan datang untuk berbagi dalam kodrat ilahi ". (5) inisiatif ini terjadi secara bersamaan, bergerak dari Tuhan untuk pria dan wanita untuk membawa mereka kepada keselamatan. Sebagai sumber kasih, Tuhan ingin menyatakan diri-Nya, dan pengetahuan yang manusia memiliki Allah menyempurnakan semua bahwa pikiran manusia dapat mengetahui makna hidup.


 8. Mengulangi apa yang diajarkan pada Konsili Vatikan Pertama pada surat Konstitusi Dei Filius, dan dengan mempertimbangkan prinsip yang ditetapkan oleh Konsili Trente, Konstitusi
Dei Verbum pada Konsili Vatikan Kedua mengajarkan kembali akan perjalanan kuno yang telah dilakukan dalam hal pencari pemahaman akan Iman, yaitu memahami maksud sebenarnya dari Wahyu yang diberikan dalam terang pengajaran Kitab Suci dan tradisi Patristik (Bapa Gereja) dalam keseluruhan. Pada Konsili Vatikan Pertama, para Bapa Konsili telah menekankan karakter supernatural dari Wahyu Allah. Menanggapi berbeagai masalah atas dasar pernyataan keliru dan sangat luas, kritik rasionalis yang sangat besar pada waktu tersebut dalam menyerang iman dan membantah kemungkinan adanya pengetahuan yang tidak berasal dari buah dari kapasitas pengetahuan alam. Maka dari itu Konsili wajib untuk menegaskan kembali secara vokal bahwa ada pengetahuan yang khas dari iman yang tidak dimiliki oleh Ilmu Pengetahuan, melebihi pengetahuan pasti dalam budi dan pikiran manusia, yang tetap berdasarkan sifatnya dapat menemukan Sang Pencipta. Pengetahuan ini mengungkapkan kebenaran berdasarkan fakta dimana Allah yang mengungkapkan diri-Nya sendiri, kebenaran yang paling pasti, karena Allah tidak menipu atau memiliki keinginan untuk menipu. (6)


9. Konsili Vatikan Pertama mengajarkan, bahwa kebenaran yang dicapai oleh filsafat dan kebenaran Wahyu adalah tidak identik dan tidak saling mengeksklusifkan diri sendiri (tidak dapat berdiri sendiri) : "Ada dua cabang dari ilmu pengetahuan, tidak hanya berbeda dalam hal sumber mereka, tetapi juga dalam hal objek mereka. Berkenaan dengan sumber, karena kita tahu salah satu cabang tersebut adalah Ilmu Pengetahuan Alam (Ilmu Pasti), sedangkan yang lain dari cabang tersebut adalah Iman tentang Allah. Berkenaan dengan obyek, Ilmu Pasti tersebut setiap apa yang berkenaan dengan alam maka pikiran manusia dapat menjelaskannya dengan pikirannya dengan natural/ilmiah, sedangkan untuk misteri keyakinan kita, tersembunyi dalam Allah yang dimana, kecuali Iman itu tidak diberikan oleh Allah, maka tidak dapat diketahui "(7) Berdasarkan tanda yang diberikan Allah dan mengandung hal yang supranatural. dengan bantuan Rahmat, iman adalah dari sebuah tingkatan yang melebihi pengetahuan filosofis yang tergantung pada persepsi rasa dan pengalaman dan berkembang oleh cahaya kecerdasan saja. Filosofi dan fungsi ilmu pasti termasuk dalam tingkatan pengetahuan alam, sedangkan iman, tercerahkan dan dibimbing oleh Roh, mengakui dan mengimani apa yang terdapat dalam pesan keselamatan yang "penuh kasih karunia dan kebenaran" (bdk. Yoh 1:14) yang Allah telah menghendakinya untuk diungkapkan dalam sejarah dan secara definitif[nyata] melalui Anak-Nya, Yesus Kristus (cf. 1 Yoh 5:9; Yoh 5:31-32).

10. Merenungkan Yesus sebagai pengungkapan Wahyu, para Bapa Konsili Vatikan II menekankan karakter keselamatan Wahyu Allah dalam sejarah, dan menggambarkannya dalam hal ini: "Dalam Wahyu ini, Allah yang tidak kelihatan (lih. Kol 1:15; 1 Tim 1:17) , dari kelimpahan cinta kasih-Nya berbicara kepada pria dan wanita sebagai sahabat (bdk Kel 33:11; Yoh 15:14-15) dan hidup di antara mereka (lih. Bar 3:38), sehingga ia dapat mengundang dan mengambil mereka ke dalam persatuan dengan diri-Nya sendiri. Rencana Wahyu ini diwujudkan dengan perbuatan dan kata-kata Firman dalam kesatuan batin: perbuatan yang dilakukan oleh Allah dalam sejarah mewujudkan keselamatan dan menyatakan ajaran-Nya dan keberadaan-Nya ditandai dengan Firman-Firman-Nya, sedangkan Friman-Nya tersebut mewartakan perbuatan dan menjelaskan misteri yang terkandung di dalamnya . Dengan Wahyu ini, maka, kebenaran terdalam tentang Allah dan Keselamatan manusia dijelaskan kepada kita dalam Kristus, yang adalah pengantara dan sekaligus kepenuhan Wahyu sebelumnya yang telah diberikan secara keseluruhan ". (8)
 
11. Wahyu Allah karena itu tenggelam dalam waktu dan sejarah kemanusiaan. Yesus Kristus mengambil daging dalam "penggenapan waktu" (Gal 4:4); dan dua ribu tahun kemudian, saya merasa terikat untuk menyajikan kembali ajaran ini secara tegas bahwa "dalam penggenapan waktu keKristenan memiliki hal yang sangat fundamental" (9). Hal ini adalah dalam penggenapan waktu itu seluruh hasil kerja dari seluruh ciptaan dan keselamatan datang kepada terang, dan itu muncul secara jelas di atas semua itu, dengan Inkarnasi Anak Allah, kehidupan kita bahkan sampai sekarang  dan akan datang telah digenapi oleh waktu oleh Dia (lih. Ibr 1:02 ).
Kebenaran tentang diri-Nya sendiri dan hidup-Nya yang dimana Allah sendiri telah percayakan kepada kemanusiaan terselami dalam waktu dan sejarah, dan itu dinyatakan sekali saja dan untuk semua manusia dalam misteri Yesus dari Nazaret. Konstitusi Dei Verbum mengatakan dengan fasihnya: "Setelah berbicara di banyak tempat dan cara yang bervariasi melalui para nabi, Allah terakhir kali dari waktu tersebut telah berbicara kepada kita melalui Anak-Nya '(Ibr 1:1-2). Karena Ia mengutus Anak-Nya, Firman kekal yang menerangi semua orang, sehingga Dia mungkin tinggal di antara mereka dan memberitahu mereka tentang realitas terdalam dari Allah (lih. Yoh 1:1-18). Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai "manusia kepada manusia ',' yang menyampaikan firman Allah (Yoh 3:34), dan menyelesaikan karya keselamatan yang Bapa-Nya hendaki untuk Yesus lakukan (bdk. Yoh 5:36; 17:4). Melihat Yesus berarti melihat Bapa-Nya (Yoh 14:9). Untuk alasan ini, Yesus menyempurnakan Wahyu dengan memenuhi hal tersebut melalui perbuatan-Nya secara seluruh dimana membuat dan mewujudkan diri-Nya hadir secara nyata: melalui kata-kata dan perbuatan, tanda-tanda dan keajaiban, dan terutama dalam kematian-Nya dan Kebangkitan-Nya yang mulia dari antara orang mati dan akhirnya pengirimankan Roh Kebenaran ". (10)

Kepada Umat Allah, oleh karena itu, sejarah kemanusiaan menjadi jalan yang harus diikuti sampai akhir, sehingga dengan bimbingan terus-menerus dari Roh Kudus (bdk. Yoh 16:13) isi dari kebenaran yang diwahyukan mungkin dapat diuangkapkan secara lebih jelas lagi. Ini adalah ajaran dari Konstitusi Dei Verbum ketika menyatakan bahwa "setelah kesuksesan abad-abad sebelumnya yang telah dicapai, Gereja terus berkembang menuju kepenuhan kebenaran ilahi, sampai firman Allah mencapai pemenuhan secara sempurna dalam dia [Gereja]". (11) 
 
 12. Sejarah karena itu menjadi arena di mana kita melihat apa yang Tuhan lakukan untuk kemanusiaan. Allah datang kepada kita dalam hal yang kita tahu yang terbaik dan dapat membuktikannya dengan paling mudah, hal-hal dari kehidupan kita sehari-hari, selain dari apa yang kita tidak dapat pahami tentang diri kita sendiri.

Dalam penjelmaan Anak Allah yang kita lihat secara menakjubkan dan nyata dimana yang pikiran manusia itu sendiri bahkan tidak bisa membayangkannya: Yang Abadi memasuki waktu, Utuh terletak tersembunyi di bagian tersebut, Allah mengambil wajah manusia. Maka Kebenaran yang diberikan dan dibicarakan dalam Wahyu Kristus itu tidak lagi terbatas pada tempat tertentu atau budaya, tetapi ditawarkan kepada setiap pria dan wanita yang akan menyambut-Nya sebagai Firman yang merupakan sumber mutlak yang berlaku bagi kehidupan manusia. Sekarang, dalam Kristus, semua memiliki jalan kepada Bapa, karena dengan Kematian dan Kebangkitan-Nya, Kristus telah menganugerahkan kehidupan Ilahi yang Adam yang pertama kali menolaknya (lih. Rom 5:12-15). Melalui Wahyu ini, pria dan wanita yang ditawarkan kebenaran hakiki tentang kehidupan mereka sendiri dan tentang tujuan sejarah kemanusiaan mereka. Sebagaimana Konstitusi Gaudium et Spes katakan, "hanya dalam misteri Sabda yang menjelma menjadi manusia, maka misteri mengenai kemanusiaan tercerahkan" (12). Dilihat dari syarat-syarat lain selain dan diluar hal ini, maka Misteri keberadaan pribadi tetap merupakan teka-teki tak terpecahkan. Mana mungkin manusia yang mencari jawaban untuk pertanyaan dramatis seperti rasa sakit, penderitaan yang tidak bersalah dan kematian terpecahkan, jika tidak dalam cahaya yang disalurkan dari misteri, Sengsara, Kematian dan kebangkitan Kristus?


Akal Budi sebelum Misteri

13. Tetap harus diingat bahwa Wahyu tetap saja dibebankan dengan misteri. Memang benar bahwa Yesus, dengan seluruh hidup-Nya, mengungkapkan wajah Bapa, karena Dia datang untuk mengajarkan hal-hal mengenai hal-hal yang tersembunyi mengenai Allah (13) Tetapi bayangan kita mengenai wajah Allah selalu fragmentaris dan dirugikan oleh batas-batas pengetahuan kita. Iman saja memungkinkan untuk menembus misteri dengan cara yang memungkinkan kita untuk memahaminya secara jelas.


Konsili mengajarkan secara jelas bahwa "ketaatan iman harus diberikan kepada Allah yang menyatakan diri-Nya sendiri". (14) ini menunjukkan pernyataan singkat tapi padat untuk suatu kebenaran fundamental dari agama Kristen. Iman adalah kata pertama yang menjadi respon dalam ketaatan kepada Allah. Ini berarti bahwa Allahlah diakui dalam, transendensi keilahian-Nya dan sebagai kebebasan yang tertinggi. Oleh otoritas transendensi yang mutlak, Allah yang membuat diri-Nya dikenal sebagai sumber kredibilitas apa yang dia mengungkapkan. Karena iman, pria dan wanita memberikan persetujuan mereka untuk kesaksian Ilahi. Ini berarti bahwa mereka mengakui sepenuhnya dan utuh kebenaran apa yang diwahyukan karena Allah sendiri yang adalah penjamin kebenaran itu. Mereka tidak dapat mengkalim atas kebenaran yang datang kepada mereka sebagai hadiah dan yang dimana, ditetapkan dalam konteks komunikasi antar personal, mendesak alasan untuk bersikap terbuka untuk itu dan memeluk makna yang mendalam. Inilah sebabnya mengapa Gereja selalu menganggap tindakan mempercayakan diri kepada Allah untuk menjadi momen keputusan mendasar yang menggerakkan seluruh manusia. Dalam tindakan itu, pengetahuan dan kemauan akan menampilkan alam rohani mereka, memungkinkan subjek untuk bertindak dengan cara yang mereka sadari sebagai kebebasan yang penuh (15) Ini bukan hanya saja mengenai kebebasan yang adalah bagian dari tindakan iman:. Hal itu benar-benar diperlukan pasti. Memang, iman yang memungkinkan individu untuk memberikan ekspresi yang sempurna untuk kebebasan mereka sendiri. Dengan kata lain, kebebasan tidak diwujudkan dalam keputusan yang dibuat untuk melawan Allah. Bagaimana bisa kegiatan dari kebebasan sejati menjadi hal yang menolak untuk terbuka terhadap realitas yang sangat yang memungkinkan kita untuk merealisasi diri? Pria dan wanita tidak dapat mencapai sesuatu tindakan lebih penting dalam hidup mereka selain dari tindakan iman, karena tindakana iman ini merupakan kebebasan yang mencapai kepastian kebenaran dan memilih untuk hidup dalam kebenaran itu sendiri.

Untuk membantu akal budi dalam upaya untuk memahami misteri itu terdapat tanda-tanda yang menyajikan Wahyu itu sendiri. Ini berfungsi untuk memimpin pencarian kebenaran sampai kedalaman baru, memungkinkan pikiran dalam pencarian otonom untuk menembus dalam misteri dengan menggunakan metode akal budi sendiri ini, dimana itu adalah benar cemburu. Namun tanda-tanda ini juga mendesak alasan untuk melihat melampaui status mereka sebagai tanda-tanda untuk memahami makna lebih dalam yang mereka tanggung. Mereka berisi kebenaran tersembunyi yang pikiran ditarik dan yang tidak dapat mengabaikan tanpa merusak tanda-tanda yang sangat itu diberikan.


Dalam pengertian ini, kemudian, kita kembali ke dalam karakter sakramental dari Wahyu dan terutama dalam tanda Ekaristi, di mana kesatuan tak terpisahkan antara penanda dan yang ditanda memungkinkan untuk memahami kedalaman misteri. Dalam Ekaristi, Kristus sungguh hadir dan hidup, bekerja melalui Roh-Nya, namun, sebagai St. Thomas Aquinas katakan dengan begitu bagus, "apa yang Anda tidak lihat atau pahami, iman menegaskan untuk Anda, meninggalkan akal budi jauh di belakang; tanda itu adalah bahwa sekarang muncul , bersembunyi di realitas misteri luhur "(16).Hal ini dikatakan lagi oleh filsuf Pascal:." Sama seperti Yesus Kristus datang tetapi tidak dikenal oleh manusia, demikian juga kebenaran-Nya muncul tanpa perbedaan eksternal antara pikiran secara umumnya. Demikian juga Ekaristi tetap adalah roti bagi banyak orang yang belum mengenal-Nya ". (17)

Singkatnya, pengetahuan yang tepat tentang iman tidak merusak misteri, namun hanya mengungkapkan hal yang lebih, menunjukkan bagaimana pentingnya hal tersebut untuk kehidupan manusia: Kristus sebagai Tuhan "dalam mengungkap misteri Bapa dan kasih-Nya dan sepenuhnya mengungkapkan manusia untuk dirinya sendiri dan menjelaskan hal yang tertinggi mengenai panggilan ", (18) yaitu dalam berbagi misteri ilahi dari kehidupan Trinitas. (19)
 
14. Dari ajaran Konsili Vatikan II ada juga muncul pertimbangan benar-benar baru untuk belajar filsafat. Wahyu telah menetapkan dalam sejarah titik acuan yang tidak dapat diabaikan dalam misteri kehidupan manusia untuk ketahui. Namun pengetahuan ini mengacu kembali secara terus-menerus dalam misteri Allah yang pikiran manusia tidak bisa buang tetapi hanya dapat menerima dan merangkul dalam iman. Di antara dua kutub, alasan memiliki lapangan sendiri yang spesifik di mana ia dapat bertanya dan memahami, terbatas hanya oleh keterbatasan sebelum misteri Tuhan yang tak terbatas.

Wahyu karena itu memperkenalkan ke dalam sejarah kemanusiaan kita sebuah kebenaran universal dan utama yang menggugah pikiran manusia untuk upaya tanpa henti, memang, hal itu mendorong akal budi untuk terus-menerus memperluas jangkauan dari pengetahuan sampai merasa bahwa akal budi telah sampai kebatas kemampuannya, tidak meninggalkan setiitk masalah janggal yang terlewat. Untuk membantu refleksi kita pada titik ini kita memiliki salah satu pemikir yang paling bermanfaat dan penting dalam sejarah manusia, titik acuan untuk filsafat dan teologi, yaitu: St. Anselmus. Dalam Proslogion nya, Uskup Agung Canterbury ini mengatakan seperti ini: "Berpikirlah tentang masalah ini sesering mungkin dan penuh perhatian, di kali waktu tampaknya saya siap untuk memahami apa yang saya cari; tetapi di lain waktu hal tersebut menjauhi pikiran saya sepenuhnya, sampai akhirnya, putus asa agar bisa menemukannya, saya ingin meninggalkan sesuatu pencarian yang mustahil untuk ditemukan. Saya ingin melepaskan diri dari pemikiran bahwa karena, dengan mengisi pikiran saya tersebut, maka hal tersebut mengalihkan perhatianku dari masalah lain dimana sebenarnya saya bisa memperoleh beberapa keuntungan yang lebih baik, tetapi memang hal tersebut kemudian akan menampilkan diri dengan desakan semakin besar untuk mencarinya... Celakalah aku, salah satu anak-anak miskin dari Hawa, jauh dari Tuhan, karena apa yang saya mulai lakukan dan apa yang telah saya capai? Untuk Apa yang saya bertujuan mencarinya dan seberapa jauh yang kumiliki? Apa yang saya cita-citakan dan apa yang saya pertahankan dengan lama? ... Ya itu adalah Tuhan, Engkau tidak dapat dijelaskan oleh orang-orang besar (non solum es quo maius cogitari nequit), akan tetapi Engkau yang maha Besar dapat menjelaskan-Nya kepada orang-orang (quiddam maius quam cogitari possit) ... Jika Engkau tidak seperti itu, maka terdapat sesuatu yang lebih besar dari yang Engkau yang dapat menjelaskan Engkau, tapi hal ini tidak mungkin terjadi ". (20) 

15. Kebenaran Wahyu Kristen, ditemukan dalam Yesus dari Nazaret, memungkinkan semua pria dan wanita untuk masuk kedalam "misteri" dari kehidupan mereka sendiri. Sebagai kebenaran mutlak, memanggil manusia untuk terbuka terhadap hal yang transenden, sementara menghormati hak mereka sebagai makhluk dan kebebasan mereka. Pada titik ini hubungan antara kebebasan dan kebenaran terselesaikan, dan kita mengerti arti penuh kata-kata Tuhan Kita: "dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yoh 8:32). 

Wahyu Kristen adalah bintang pedoman sejati bagi semua pria dan wanita yang dimana mereka berusaha untuk membuat jalan mereka sendiri di tengah tekanan kebiasaan pikiran-pikiran mengenai berbagai teori penganut kepercayaan dan agama [immanentist] dan logika yang tersusun begitu rapi. Ini adalah kemungkinan utama yang ditawarkan oleh Tuhan untuk manusia untuk mengetahui dalam semua kepenuhan-Nya yang begitu Kasih yang Dia rencanakan sejak Penciptaan. Untuk mereka yang ingin mengetahui kebenaran, jika mereka dapat melihat melampaui diri mereka sendiri dan kekhawatiran mereka sendiri, akan diberikan kemungkinan mengambil kepunyaan yang penuh dan harmonis bagi hidup mereka, karena telah mengikuti jalan kebenaran. Berikut kata-kata Kitab Ulangan yang bersangkutan "Sebab perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh. Tidak di langit tempatnya, sehingga engkau berkata: Siapakah yang akan naik ke langit untuk mengambilnya bagi kita dan memperdengarkannya kepada kita, supaya kita melakukannya? Juga tidak di seberang laut tempatnya, sehingga engkau berkata: Siapakah yang akan menyeberang ke seberang laut untuk mengambilnya bagi kita dan memperdengarkannya kepada kita, supaya kita melakukannya? Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan."(30:11-14). Teks ini dikutib kembali dalam diktum terkenal dari filsuf St.Agustinus sang filsuf dan teolog: "Jangan mengembara jauh dan luas tapi kembali ke diri sendiri. Jauh di dalam manusia berdiamlah kebenaran " (Noli foras ire, in te ipsum redi. In interiore homine habitat veritas).(21)

Pertimbangan ini mendorong kesimpulan pertama: kebenaran memberitahukan kepada kita oleh Wahyu adalah hasil maupun kesimpulan yang dicapai akal budi manusia . Tetapi hal ini tampaknya bukan sebagai sesuatu yang serampangan belaka saja, yang dengan sendirinya membangkitkan berpikir dan mencari penerimaan sebagai ungkapan kasih. Kebenaran yang diungkapkan diatur dalam sejarah kita sebagai antisipasi bahwa rencana utama dan nyata dari Allah yang disediakan bagi mereka yang percaya kepada-Nya dan mencari Dia dengan hati yang tulus. Tujuan akhir dari eksistensi pribadi, maka dari itu, hal ini adalah tema utama dari filsafat dan teologi secara bersamaan. Untuk semua perbedaan metode dan konten, kedua disiplin ilmu ini menunjukkan bahwa "Jalan Kehidupan" (Mzm 16:11) yang, seperti iman yang kita amini, mengarah pada akhirnya dengan penuh sukacita dan abadi dari kontemplasi kepada Allah Tritunggal.




 

1 komentar:

  1. Blog bagus dan mencerahkan. Ditunggu kunjungan balik ke blog aku. Salam.

    BalasHapus