Selasa, 03 Februari 2015

Audensi Umum Paus Benediktus XVI : Katekese Dalam Liturgi Kudus bagian II

Benediktus XVI
 Audensi Umum 
Rabu, 3 Oktober 2012


Saudara/i Terkasih,
Minggu lalu dalam minggu Katekese, Saya memulai mengajari tentang sesuatu dari banyak sumber dalam kehidupan Doa orang Kristen, yaitu: Liturgi Ilahi, dimana, seperti yang dikatakan dalam Katekismus Gereja Katolik merupakan sebuah doa yang "Berpartisipasi dalam Doa Kristus yang ditujukan kepada Bapa dalam persatuan dalam Roh Kudus. Karena dalam Liturgi, adalah sumber dan tujuan dari semua Doa Kristen " (bdk. 1073). Sekarang saya mau kalian untuk bertanya dalam diri kalian masing-masing: dalam kehidupan saya sehari-hari, apakah saya menyediakan waktu yang cukup untuk sebuah doa, dan diatas semuanya itu dimana saya tempatkan  relasi saya dengan Allah dalam doa liturgi, lebih khususnya di posisi manakah sebuah Misa Kudus, dimana merupakan sebuah partisipasi saya dalam sebuah Doa Umum sebagai Tubuh Kristus yaitu bagian dari Gereja ditempatkan dalam hati saya?

Dalam menjawab pertanyaan ini hal pertama yang mesti kita ingat bahwa semua doa adalah relasi yang hidup antara anak-anak Allah dengan Bapa-Nya di surga dimana semuanya merupakan hal yang baik yang tak ternilai, bersama Putra-Nya yang Tunggal bersama persatuan dengan Roh Kudus (KGK 2565). Jadi kehidupan sehari-hari dalam doa adalah kebiasaan kita untuk menyadari kehadiran Allah dalam kehidupan kita, seperti kita menyadari kehidupan sehari-hari kita, dimana kita menyadari kehadiran kerabat keluarga yang sangat kita cintai, atau bersama teman paling terdekat kita, karena dengan menyadari relasi kita dengan Allah terlebih dahulu dari relasi kita dengan sesama kita maka relasi kita dengan Allah tersebut memberi cahaya terhadap semua relasi kita dengan sesama. Keikatan atau persekutuan relasi kita dengan Tritunggal Maha Kudus inilah dapat mungkin terjadi karena melewati Pembabtisan yang kita terima, kita telah mau bekerja didalam Kristus, dan mulai bersatu bersama-Nya (bdk Rom 6:5)

Bahkan, hanya melewati Kristus kita dapat menjadi anak-anak Allah, dan hanya dalam persekutuan dalam Putra-Nya kita dalam memanggil Allah, "Abba" sama seperti Kristus memanggil Dia "Abba", karena didalam persekutuan dengan Kristuslah kita dapat mengetahui Allah adalah Bapa kita yang sejati (bdk. Mat 11:27). Karena dari itu doa Kristen adalah sebuah doa yang terus-menerus berpusat kepada Kristus, dan dalam berbagai cara yang berbeda, berbicara kepada-Nya, berada bersama-Nya dalam keheningan, mendengarkan-Nya, melakukan dan menderita bersama-Nya. Seorang Kristen dapat menemukan jati dirinya sendiri dalam Kristus, yang merupakan, "Anak yang Sulung" dimana "yang lebih utama dari segala yang diciptakan" (bdk Kol 1:15). Menyadari bersama-Nya, bersatu bersama-Nya, saya menyadari jati diri saya sendiri sebagai benar-benar putera dan puteri Allah yang melihat-Nya sebagai Bapa yang penuh dengan Rasa Cinta kepada anak-anak-Nya.

Tetapi kita jangan juga lupa: bersama dalam persekutuan dengan Gerejalah bahwa kita menemukan Kristus, kita dapat mengetahui Dia sebagai Persona yang hidup. Dia [Gereja] adalah "Tubuh-Nya". Persekutuan antara Kristus dan "Tubuh-Nya" ini dapat dimengerti dalam dasar Firman Kitab Suci dalam perumpamaan perkawinan, antara pria dan wanita: Dua menjadi satu Tubuh (bdk Kej 2:24, Ef 5:30, 1Kor 6:16). Persekutuan yang tidak dapat dipisahkan antara Kristus dan Gereja-Nya, melewati perikatan Kasih, tidak berarti memisahkan antara "Saya" dan "Kamu" tetapi merupakan sebuah kesatuan yang paling sempurna antara "Saya" dan "Kamu". Mencari identitas diri sendiri dalam Kristus berarti mencari persatuan bersama-Nya, tidak berarti menghapus jati diri saya sebagai "saya" tetapi mengangkat diri "saya" kepada martabat yang paling tinggi, yaitu sebagai anak-anak Allah dalam Kristus, yang merupakan: "Kisah Kasih antara Alah dan manusia dimana terdapat sebuah kisah yang sungguh nyata dimana persekutuan ini menyadari kita akan pengetahuan dan keberadaan, dimana keinginan kita dan keinginan Allah dipersatukan dalam ikatan ini" (Ensilik Deus Caritas Est, n. 17). Sebuah doa berarti menaikkan diri kita kepada Allah, dan apabila perlu secara bertahap merubah kita secara pasti dalam kehendak-Nya.


Jadi, dengan berpartisipasi dalam liturgi kita mencoba bahasa dari Bunda Gereja, untuk berbicara bersama Gereja dan untuk Gereja. Tentu saja, seperti saya katakan sebelumnya, hal ini dapat terjadi secara perlahan-lahan. Saya mesti bersatu bersama kata-kata Gereja dalam liturgi dalam doa saya, kehidupan saya, bersama sengsara saya, kegembiraan saya, dan bersama pikiran saya. Dalam proses persatuan dalam Doa Gereja inilah dapat mengubah kita.

Mungkin setelah mendengarkan refleksi ini kita dapat menjawab berbagai pertanyaan yang mungkin pernah timbul dalam benak kita masing-masing, seperti: Bagaimana saya memulai belajar berdoa, bagaimana saya mengembangkan doa saya lebih baik? mari lihatlah contoh seperti Yesus ajarkan kepada kita, doa "Pater Noster [Bapa Kami]" , kita melihat kata pertama [dalam latin] adalah "Bapa" dan kedua adalah "Kami". Jadi jawabannya sangatlah mudah dan jelas, saya belajar berdoa, dan mengembangkan doa saya dengan menyapa Allah sebagai Bapa dan kemudian berdoa-bersama-sesama, berdoa bersama Gereja, menerima karunia kata-kata yang diberikan-Nya[Gereja] kepada kita sehingga kita menjadi familiar dan menyadari hal tersebut dengan penuh makna. Sebuah dialog dimana Allah telah tentukan kepada kita bersama, dan kita bertemu dengan Dia secara bersama-sama dalam sebuah doa, semuanya dimulai dengan kata "bersama", jadi liturgi itu sangat tidak mungkin berdoa kepada Allah dalam mental atau sifat ke individual. Jadi dalam liturgi, lebih khususnya Ekaristi dan dalam semua doa yang terkandung didalamnya (dimana disusun secara liturgi), kita tidak berbicara kepada-Nya secara individu tetapi sebaliknya kita berbicara secara bersama-sama sebagai Gereja, jadi kita harus mengubah "saya" menjadi "kita".

Saya juga ingin kalian untuk mengingat kembali hal penting lainnya. Yang telah ditulis didalam Katekismus Gereja Katolik: "Di dalam liturgi Tabut Perjanjian Baru semua bentuk liturgi, terlebih dalam merayakan liturgi Ekaristi dan sakramen-sakramen Gereja, terjadi hubungan timbal balik antara Gereja dengan Kristus" (bdk. KGK 1097). Jadi merayakan liturgi berarti "sepenuhnya Kristus", dimana seluruh umat Allah, yaitu Gereja, Tubuh Kristus, bersatu bersama Kepala-Nya. Jadi liturgi bukanlah perayaan "keinginan sendiri" dari sebuah komunitas kecil tersendiri, tetapi keluar dari batas "kita sendiri", dan duduk bersama dalam sebuah perayaan besar dalam komunitas yang hidup yang telah ditentukan oleh Allah [Gereja]. Liturgi mencakup keseluruhan jadi terdapat sifat-sifat keseluruhan yang universal yang harus kita ketahui dalam merayakan liturgi. Liturgi Kristen adalah sebuah bentuk penyembahan dari Bait Allah dimana kita merayakan Dia yang Telah Bangkit, dimana di kayu salib Tangan-Nya telentang merangkul kita semua dalam Kasih Allah yang tiada habisnya. Itu adalah perayaan surgawi. Dan hal ini tidak pernah menjadi penyembahan segelintir komunitas-komunitas yang kita temui disekitar kita yang hanya dapat kita lihat dan terikat pada suatu tempat atau waktu saja. Adalah penting bahwa ketika merayakan liturgi kita sebagai orang Kristen dapat merasakan bagian dari keseluruhan "kita", yaitu Gereja, sehingga kita dapat mengatakan "saya", berada didalam dan menjadi bagian Tubuh Kristus, yaitu Gereja.


Dalam hal ini kita mesti mengingat dalam pikiran kita dan menerima sama seperti hal menerima logika ketika Allah mau berinkarnasi menjadi manusia: Dia mau menjadi manusia untuk dekat dengan kita, hadir, masuk dalam sejarah kita manusia dan mau mengambil segala sifat kemanusiaan kita, menjadi salah satu seperti kita. Dan sampai sekarang terus menerus diteruskan didalam Gereja, sebagai Tubuh-Nya. Jadi, Liturgi bukanlah sebuah kenangan atau kejadian masa lalu, tetapi sebuah perayaan yang hidup dari sebuah Misteri Paskah Kristus yang terus terjadi sampai sekarang yang tidak terikat waktu dan tempat. Apabila perayaan dari inti Kristus tidak sepenuhnya mengarah kepada Kristus, kita bukannya memiliki liturgi Kristen, tetapi sebuah perayaan yang mengenai Kristus yang dibuat-buat oleh para pengikut-Nya. Maka dari itu dalam liturgi Allah melewati Kristus berbuat didalam liturgi jadi kita pun melakukan bentuk-bentuk dalam liturgi hanya melalui Kristus lakukan. Kesadaran ini mesti tumbuh secara terus menerus setiap hari bahwa dalam liturgi bukanlah "apa yang kita perbuat" tetapi sebuah bentuk perbuatan Allah didalam kita dan bersama kita


Jadi liturgi bukanlah sebuah tindakan individu -entah itu Imam atau pun segelintir umat- atau pun group atau komunitas yang pada saat itu merayakan liturgi, tetapi liturgi pada intinya adalah Perbuatan Allah semata melewati Gereja dimana Dia[Gereja] memiliki sejarah-Nya sendiri, dan kekayaan tradisi-Nya sendiri. Jadi bentuk keseluruhan dan hal yang mendasar ini, dimana sangat pantas mencakup seluruh bentuk sebuah liturgi, adalah salah satu dari banyak alasan dimana mengapa liturgi tidak dapat di ubah-ubah ataupun melakukan kreasi-kreasi dari komunitas atau pun ahli-ahli liturgi lokal, tetapi harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh Gereja Universal secara iman. Karena keseluruhan Gereja hadir bersama ketika kita merayakan sebuah liturgi bahkan ketika dirayakan dalam komunitas yang paling kecil dan sedikitpun. Dengan alasan inilah mengapa tidak ada kata "orang asing" dalam merayakan liturgi. Karena semua bentuk perayaan liturgi seluruh Gereja mengambil bagian didalam-Nya, baik itu Gereja yang telah Jaya di surga, atau pun Gereja yang masih berjuang di dunia, perayaan antara Allah dan manusia. Liturgi Kristen, bahkan dirayakan di ruang terkecil dan komunitas yang dikucilkan sekitarnya, adalah secara naturiah Katolik, semuanya datang kepada keseluruhan menuju kepada keseluruhan Gereja, bersama persekutuan dengan Paus, dan uskup-uskup yang bersekutu didalamnya, bersama seluruh umat yang percaya dari seluruh penjuru dan tempat didunia. Semakin kita sadar akan hal ini maka semakin berbuah sebuah keaslian yang otentik dari arti liturgi yang sebenarnya.

Sahabat-sahabat yang terkasih, Gereja hidup dan menjadi nyata dengan berbagai cara: dalam karya sosial-Nya, tugas-tugas misi perutusan-Nya, dalam karya kerasulan dimana semua umat mesti jalani dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tetapi letak dimana Dia [Gereja] sangat berpengalaman, hidup, dan nyata sebagai Gereja terletak didalam Liturgi, karena dimana liturgi adalah sebuah Karya dimana Allah masuk dalam kehidupan sehari-hari kita secara nyata dan kita bersama-Nya, kita menyentuh dan mengecap-Nya. Ini adalah karya dimana kita secara langsung berhubungan dengan Allah: Dia datang kepada kita dan kita disinari oleh-Nya. Dari alasan inilah, dalam refleksi mengenai liturgi, kita sering terfokus kepada keistimewaan bagaimana kita membuat sebuah liturgi semakin menarik, mempesona, dan indah dilihat oleh orang banyak, tetapi kita lupa terhadap esensi dasar dari liturgi itu sendiri, yaitu: Liturgi adalah perayaan untuk kepada Allah, bukan sebagai ajang pertunjukan kepada sesama, liturgi adalah Karya dan Perbuatan-Nya, Dialah subjek-Nya, kitalah yang harus fokus kepada-Nya, kita harus membuka hati kita kepada-Nya dan membiarkan diri kita dibimbing oleh-Nya dan oleh Tubuh-Nya yaitu Gereja

Jadi marilah kita berdoa meminta kepada-Nya setiap hari untuk selalu menghidupkan esensi dari Liturgi, terlebih perayaan Ekaristi, berdoa sebagai "kita" dari Gereja, dimana kita mengarahkan mata dan hati kita kepada-Nya seorang, bukan kepada sesama, dan merasakan bahwa kita adalah bagian dari Gereja yang Hidup dari keseluruhan Gereja yang terdapat diseluruh tempat dan penjuru dunia. Terima Kasih.



--------------------
Kepada beberapa group spesial yang hadir:

Saya menyapa kepada kalian peziarah yang datang dalam berbahasa Inggris, didalamnya para anggota penyanyi Koor dari St. Hallvard Boy's Choir dari Oslo. Saya juga menyapa para murid dari Kolese Kepausan Amerika Utara, dimana akan ditahbiskan sebagai Diakon besok harinya. Para Ordinari, yang selalu dengan penuh iman menyuarakan Injil dan sebagai saksi-saksi yang baik yang menyampaikan Kasih Kristus! Kepada kalian dan kepada orang-orang yang kalian kasihi, yang tentu saja kalian yang berada disini, saya meminta Allah untuk selalu memberkati kalian. Teria Kasih!
Saya juga dengan senang menyapa kalian para Imam dan para seminari yang berasal dari berbagai negara, para murid dari Kolese Kepausan San Paulo Apostolo dan Maria Mater Ecclesiae. Dalam sapa ini kepada kalian saya mengharapkan kepada kalian semua yang terbaik dalam komitment kalian dalam belajar, saya pastikan kepada kalian bahwa kalian secara spesial saya akan ingat dalam doa saya.

Terakhir, sapa saya kepada kalian para muda, yang sakit, dan pasangan baru nikah. Para muda, dengarlah kepada Kristus, sang Firman Kebenaran, dan terimalah kehendak-Nya dalam kehidupan kalian. Yang sakit, semoga kalian merasakan Kristus berada disamping kalian dan semoga kalian menjadi saksi tentang harapan kepada kehidupan yang kalian dapatkan dari kekuatan Salib-Nya. Para pasangan yang baru saja nikah, dengan karunia sakramen yang baru saja kalian dapatkan, penuhilah kasih kalian setiap hari dan hiduplah dalam kekudusan.

Besok saya akan pergi kepada tempat ziarah Loreto untuk merayakan 50th peziarahan terkenal Beato Paus Yohanes XXIII ketempat ziarah Maria, dimana beliau lakukan seminggu sebelum pembukaan Konsili Vatikan II.

Saya meminta kalian semua untuk bergabung bersama saya didalam doa, berterima kasih kepada Bunda Allah, sebagai pelaku utama dalam acara-acara Gerejawi dimana kita juga sedang persiapkan, yaitu: Tahun Iman dan Sinode para Uskup mengenai Evangelisasi Baru. Semoga Bunda Perawan selalu menemani kita Gereja dalam misi-Nya untuk menyampaikan Injil kepada pria dan wanita dalam jaman kita


sumber link dari vatican.va

ut habeatis fidem in ecclesia Catholica

Tidak ada komentar:

Posting Komentar