Kamis, 18 Oktober 2012

Audensi Umum Paus Benediktus XVI : Katekese Dalam Liturgi Kudus bagian I

Benediktus XVI
Audensi Umum
Rabu, 26 September 2012


Saudara dan Saudari terkasih dalam Kristus,
Dalam bulan-bulan terakhir ini kita telah melakukan perjalanan dalam terang firman Allah sehingga belajar bagaimana cara berdoa yang benar dan semakin otentik, dengan melihat beberapa tokoh Perjanjian Lama yang penting, di Mazmur, di Surat St Paulus dan pada Kitab Wahyu, tetapi , terutama, pada pengalaman unik dan mendasar dari Yesus dalam hubungannya dengan Bapa-Nya di Surga. Bahkan, hanya dalam Kristus seseorang bisa dipersatukan dengan Allah dengan kedalaman dan keintiman layaknya seorang anak dalam hubungannya dengan seorang ayah yang mencintainya, hanya dalam Kristus kita dapat menyapa Tuhan dalam semua kebenaran, menyebut-Nya dengan kata sayang, "Abba! Bapa ".! Seperti Rasul, kita juga dalam beberapa minggu terakhir dan beberapa hari ini mengulang permintaan yang sama kepada Yesus: "Tuhan, ajarlah kami berdoa" (Luk 11:1).

Lebih lanjutnya lagi, belajar untuk hidup lebih intens antara hubungan pribadi kita dengan Tuhan, kita telah belajar untuk memohon terang Roh Kudus, karunia pertama yang diberikan oleh Dia yang telah Bangkit dari alam maut kepada orang percaya, karena Dia yang "membantu kita dalam kelemahan kita, karena kita tidak tahu bagaimana sebenarnya cara berdoa yang benar "(Rom 8:26), sebagaimana St Paulus katakan, dan kita tahu betapa benarnya beliau dalam suratnya tersebut.


Pada titik ini, setelah serangkaian panjang Katekese mengenai cara berdoa yang berdasarkan dalam Kitab Suci sebelumnya yang saya ajarkan, kita bisa bertanya kepada diri sendiri, bagaimana bisa aku membiarkan diriku akan dibentuk oleh Roh Kudus dan dengan demikian menjadi mampu untuk masuk ke dalam atmosfer Allah, yaitu berdoa dengan Tuhan? Apakah nama pelajaran yang mengajarkan bagaimana Dia mengajarkan kita cara berdoa yang benar, dimana dapat membantu saya dalam upaya saya untuk berbicara kepada Allah dengan benar? Pelajaran pertama dalam hal berdoa - seperti yang telah kita lihat dalam minggu-minggu ini - adalah berdasarkan Firman Allah, yaitu Kitab Suci. Kitab Suci adalah sebuah dialog yang berkelanjutan antara Allah dan manusia, dialog progresif di mana Allah menunjukkan diri-Nya semakin dekat dengan manusia, di mana kita bisa menjadi semakin lebih mengenal wajah-Nya, suara-Nya, keberadaan-Nya, dan manusia belajar untuk menerima untuk mengenal Allah dan untuk berbicara dengan Tuhan. Oleh karena itu, dalam minggu-minggu terakhir ini, dengan membaca Kitab Suci kita telah berusaha untuk belajar dari Alkitab, dari dialog yang sedang berlangsung, bagaimana kita dapat masuk ke dalam hubungan dengan Allah. 

Namun ada satu lagi "tempat" yang sangat berharga, yang merupakan "sumber" yang berharga untuk mengembangkan cara berdoa yang benar, yang merupakan sumber Air Kehidupan yang sangat erat kaitannya dengan yang sebelumnya. Saya mengacu hal ini pada liturgi, yang merupakan konteks istimewa di mana Allah berbicara kepada kita masing-masing secara pribadi, di sini dan sekarang, dan Dia menunggu jawaban kita. 

Apa itu liturgi? Jika kita membuka Katekismus Gereja Katolik - yang bagi saya katakan sangat diperlukan dan merupakan bantuan yang tak ternilai bagi umat - kita dapat membaca bahwa kata "liturgi" pada mulanya berasal dari kata: "Pelayanan atas nama / bagi masyarakat[Umat]" (n 1069). Teologi Kristen memanfaatkan kata ini dari kata Yunani, itu jelas ditujukan kepada Masyarakat [Umat] Allah yang baru lahir dari Kristus yang membuka tangan-Nya di kayu Salib untuk menyatukan manusia dalam perdamaian dengan Allah yang Esa. Sebuah "jasa atas nama rakyat", masyarakat [Umant] yang bukan terbentuk atas usaha mereka sendiri, tetapi terbentuk melalui Misteri Paskah Yesus Kristus. Dan terutama, Umat Allah ini tidak terbentuk karena melalui hubungan kekerabatan, kulit, tempat atau negara. Melainkan terbentuk dari perbuatan Anak Allah dan dari persekutuan dengan Bapa sehingga Dia memperoleh kita. 

Katekismus ini juga menunjukkan bahwa "dalam tradisi Kristen (kata 'liturgi') berarti partisipasi Umat Allah 'dalam pekerjaan Allah'" (n. 1069), karena umat Allah terbentuk hanya karena melalui tindakan Allah .

Perkembangan aktual dari Konsili Vatikan II mengingatkan kita hal ini. Dimana dimulai dibentuk 50 tahun yang lalu dengan pembahasan draft tentang Liturgi Kudus, yang kemudian diumumkan secara meriah pada tanggal 4 Desember 1963, teks pertama yang disetujui Konsili. Bahwa Dokumen mengenai Liturgi Kudus adalah dokumen pertama yang diumumkan oleh dewan konsili dan dianggap oleh beberapa orang terjadi secara kebetulan.
 

Di antara banyak proyek dokumen yang disusun dalam Konsili Vatikan II, teks tentang Liturgi Kudus tampaknya paling kontroversial. Untuk alasan ini bisa berfungsi sebagai semacam latihan dalam belajar metodologi konsili. Namun, tidak ada keraguan dalam hal ini bahwa apa yang pada pandangan pertama mungkin tampak sebagai kebetulan belaka, juga ternyata menjadi keputusan terbaik yang dilakukan, berdasarkan hirarki dari subyek dan tugas yang paling penting dari Gereja. Bahkan, dengan memulai dengan tema "liturgi", Dewan Konsili menjelaskan sangat jelas mengenai keutamaan Allah dan prioritas yang tidak dapat dibantahkan mengenai Dia. Allah yang dijadikan tempat pertama: hal ini sendiri menjelaskan kepada kita mengapa keputusan Dewan Konsili untuk memulai tema awalnya mengenai liturgi. Dimanapun apabila tatapan pada Allah tidak dijadikan masalah utama, segala sesuatu yang lain kehilangan maknanya. Kriteria mendasar bagi liturgi adalah orientasi kepada Allah, memungkinkan kita untuk mengambil bagian dalam partisipasi dari pekerjaan Allah itu sendiri. 

Namun, kita mungkin bertanya kepada diri sendiri: apa itu pekerjaan Allah dan di mana kita dipanggil untuk berpatisipasi didalamnya? Jawabannya terdapat pada Konstitusi Dewan tentang Liturgi Kudus (Sacrosanctum Concilium) dimana memberi kita rupanya dua kali lipat penegasan dalam jawaban dari pertanyaan ini. Dalam pasal 5 dokumen tersebut menunjukkan, pada kenyataannya, bahwa pekerjaan-pekerjaan Allah adalah tindakan-Nya sendiri dalam sejarah kemanusiaan yang membawa kita kepada keselamatan dan puncaknya pada kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, tetapi dalam pasal 7, Konstitusi yang sama mendefinisikan perayaan liturgi sebagai "tindakan Kristus". Bahkan dua makna ini tak dapat dipisahkan. Jika kita bertanya pada diri kita sendiri siapa yang menyelamatkan dunia dan manusia, satu-satunya jawaban adalah: Yesus dari Nazaret, Tuhan dan Kristus, Yang Tersalib dan Yang Telah Bangkit. Dan darimana Misteri kematian dan kebangkitan Kristus yang membawa keselamatan menjadi nyata bagi kita, bagi saya, pada hari ini? Jawabannya adalah: dalam tindakan Kristus melalui Gereja, dalam liturgi, dan, terutama, dalam sakramen Ekaristi, yang menghadirkan persembahan kurban Anak Allah yang telah menebus kita, dalam sakramen Rekonsiliasi, di mana seseorang bergerak dari kematian dosa menuju hidup yang baru baru, dan dalam tindakan sakramental lain yang menguduskan kita (cf. Presbyterorum Ordinis, n 5.). Jadi Misteri Paskah kematian dan kebangkitan Kristus adalah pusat dari teologi liturgi yang dijelaskan dalam dokumen Konsili ini. 

Mari kita mengambil langkah lain ke depan dalam masalah ini dan bertanya kepada diri sendiri: bagaimana berlakunya Misteri Paskah Kristus menjadi mungkin merupakan Pekerjaan Allah dalam sejarah kemanusiaan? Dua puluh lima tahun setelah Konstitusi Sacrosanctum Concilium Beato Paus Yohanes Paulus II, menulis: "Dalam rangka untuk menghidupkan kembali Misteri Paskah, Kristus yang selalu hadir dalam Gereja-Nya, terutama dalam perayaan liturgi. Oleh karena itu Liturgi adalah tempat istimewa untuk orang Kristen bertemu dengan Allah dan dengan Dia yang hanya Satu-satu-Nya yang telah Dia utus, Yesus Kristus (bdk. Yoh 17:3) "(Vicesimus Quintus annus, n. 7). Sepanjang baris yang sama kita baca dalam Katekismus Gereja Katolik: "perayaan sakramental adalah pertemuan anak-anak Allah dengan Bapa mereka, di dalam Kristus, dan Roh Kudus, pertemuan ini mengambil bentuk sebuah dialog, melalui tindakan dan kata-kata" (n 1153).. Oleh karena itu persyaratan pertama untuk perayaan liturgis yang baik adalah bahwa harus ada doa dan percakapan dengan Tuhan, pertama-tama dengan mendengarkan-Nya dan setelah itu menjawab-Nya. St Benediktus dari Nursia, mengajarkan cara berdoa yang benar dalam Peraturan Ordonya ketika membaca Mazmur dalam Kitab Suci, dan  menunjukkan kepada para Biarawan-biarawatinya caranya yaitu: mens concordet Voci, "pikiran harus sesuai dengan suaranya". Santo ini mengajarkan bahwa dalam doa-doa dari kata-kata Mazmur harus mendahului pikiran kita. Ini tidak terjadi pada umumnya karena kita pada umumnya harus berpikir dan kemudian apa yang kita pikirkan diubah menjadi kata-kata. Di sini, sebagai gantinya, dalam liturgi, terjadi sebaliknya adalah kata-kata datang pertama. Tuhan telah memberi kita kata dan liturgi kudus menawarkan kita kata-kata, kita harus masuk ke dalam kata-kata tersebut, dalam arti kata-kata ini datang ketika kita mendengarnya dan kita menerima kata-kata ini dalam diri kita, kita harus membiasakan diri untuk kata-kata, dengan cara ini kita menjadi anak-anak Allah, kita menjadi Kudus seperti Tuhan. Seperti Sacrosanctum Concilium ingatkan, "agar liturgi mungkin dapat menghasilkan efek penuh perlu bahwa umat beriman datang ke sana dengan disposisi hati yang benar, agar pikiran mereka akan selaras dengan suara mereka, dan bahwa mereka bekerja sama dengan rahmat surgawi agar mereka tidak menerimanya dengan sia-sia "(n. 11). Sebuah elemen, dasar utama dari dialog dengan Allah dalam liturgi adalah perjanjian antara apa yang kita katakan dengan bibir kita dan apa yang kita bawa di dalam hati kita. Dengan memasukkan ke dalam kata-kata dari sejarah besar doa liturgi, kita sendiri menyesuaikan dengan semangat kata-kata dalam doa liturgi sehingga memungkinkan untuk berbicara kepada Allah dengan benar. 

Sejalan dengan hal ini saya hanya ingin menyebutkan salah satu momen dalam liturgi itu sendiri, yaitu memanggil kita dan membantu kita untuk menemukan harmonisasi, ini merupakan persetujuan dari diri kita sendiri untuk apa yang kita dengar, katakan dan lakukan dalam perayaan liturgi. Saya mengacu pada undangan yang Imam selebran ungkapkan sebelum Doa Syukur Agung: "Sursum corda", mari kita mengangkat hati kita kepada Tuhan di atas kebingungan, kekhawatiran kita, keinginan kita, sempitnya pikiran kita, dan segala gangguan disekitar kita. Hati kita, diri kita yang terdalam, harus terbuka dalam kepatuhan kepada firman Allah dan harus dikumpulkan kembali dalam doa Gereja, untuk menerima bimbingan dari Allah dari kata-kata yang kita dengar dan katakan dalam liturgi. Mata hati kita harus berpaling menuju kepadaTuhan, yang berada di tengah-tengah kita dalam liturgi: ini adalah disposisi hati yang mendasar.

Setiap kali kita menjalani liturgi dengan pendekatan dasar, yaitu dengan hati kita, seolah-olah, dihapus dari gaya gravitasi duniawi yang menarik mereka ke bawah dan batin terangkat, menuju kebenaran, menuju cinta, menuju Tuhan. Sebagai Katekismus Gereja Katolik katakan: "dalam liturgi sakramental Gereja, misi Kristus dan Roh Kudus menyatakan, menghadirkan, dan mengkomunikasikan misteri keselamatan, yang dilanjutkan di hati orang beriman yang berdoa. Para Pujangga dan penulis spiritual Gereja kadang-kadang membandingkan hati yang menuju ke altar Allah "(n. 2.655): Altare Dei est cor nostrum.



Para sahabat yang terkasih, kita merayakan liturgi dan menghidupkan liturgi dengan baik dan benar hanya jika kita tetap dalam sikap doa Gereja yang benar, bukannya mengikuti keinginan "melakukan sesuatu", untuk membuat diri kita agar terlihat atau bertindak dalam liturgi, karena hanya jika kita mengarahkan hati kita kepada Allah dan tetap dalam sikap doa Gerejalah, menyatukan diri kita dengan Misteri Kristus dan dapat melakukan percakapan dengan-Nya sebagaimana Putra dengan Bapa. Allah sendiri mengajarkan kita untuk berdoa, St Paulus mengatakan (lih. Rom 8:26). Dia sendiri memberi kita kata-kata yang tepat yang dapat digunakan untuk berbicara kepada Dia, kata-kata yang kita temukan dalam Kitab Mazmur, yang digunakan dalam perayaan besar liturgi kudus dan dalam perayaan Ekaristi itu sendiri. Mari kita berdoa kepada Tuhan untuk menjadi setiap hari lebih sadar akan fakta bahwa liturgi merupakan tindakan Allah kepada manusia, doa yang memancar dari Roh Kudus dan dengan itu kita sepenuhnya diarahkan kepada Bapa, dalam persatuan dengan Putera-Nya Tuhan yang menciptakan manusia (bdk. Katekismus Gereja Katolik, n. 2564). Banyak terima kasih kepada kalian semua.
Untuk kelompok khusus:

Saya menyapa semua umat peziarah yang berbahasa Inggris yang hadir, terutama yang berasal dari Inggris, Skotlandia, Denmark, Norwegia, Swedia, Australia, India, Indonesia, Jepang, Filipina, Sri Lanka, Vietnam, Kanada dan Amerika Serikat. Kepada kalian semua, saya memohon berkat Tuhan dengan sukacita dan damai sejahtera.

Terakhir, bagi orang-orang muda, orang sakit dan pengantin baru. Hari ini kita merayakan Memorial dari Dokter Kudus, Sts Cosmas dan Damian. Bagi orang-orang muda yang terkasih, belajar untuk menyembuhkan setiap penderitaan saudara-saudaramu dengan kasih sayang dan penerimaan, bagi Orang sakit, pengobatan yang terbaik untuk setiap penyakit adalah kepercayaan kepada Allah kepada siapa kita berbicara dalam doa, dan bagi anda sekalian, pengantin baru yang terkasih, jagalah satu sama lain dalam perjalanan pernikahan anda.


terjemahan bebas dari: klik disini (situs Vatikan) 

ut habeatis fidem in Ecclessia Catholica 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar